Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendapat applaus dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) karena kebijakannya menghapus amplop wartawan. Tapi belakangan, sekelompok jurnalis senior yang tak senang dengan kebijakan itu, “menggebuki” Ganjar.
Penyerangan itu dilakukan lewat sebuah diskusi dengan judul “Program Ganjar-Heru, Pencitraan atau Realita” di gedung PWI Jateng, Jl Tri Lomba Juang, Semarang, pada Senin 25 November.
Diskusi itu hanya menghadirkan satu narasumber yang bisa dibilang netral, setidaknya dari sisi latar belakang, yakni Pengamat Kebijakan Publik Undip Semarang Tri Cahyo Utomo. Sedangkan lainnya Wakil Ketua Fraksi PPP DPRD Jateng Abdul Azis, Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Jateng Arif Eka Utama, dan Penasehat Forum Wartawan pemprov dan DPRD Jateng (FWPJT) Sunu AP.
Tak perlu jadi ahli politik untuk bisa melihat bahwa pemilihan narasumber ini sudah disetting sedemikian rupa untuk “nggebuki”. PPP merupakan salah satu pengusung Hadi Prabowo, mantan Sekda yang jadi rival Ganjar di Pilgub Jateng 2008 lalu. KAMMI seperti kita tahu adalah organisasi mahasiswa yang “dekat” dengan PKS, salah satu pengusung Hadi juga. Dan FWPJT, sudah kadung dikenal sebagai organisasi wartawan di lingkungan Gubernuran yang berisi jurnalis atau mantan jurnalis senior, yang dekat dengan Hadi.
Adanya nama Hadi Prabowo sebagai benang merah sudah bisa dibaca bahwa penyelenggara dan hampir semua narasumber adalah bukan orang-orang yang “akrab” dengan Ganjar. Artinya, diskusi ini sudah disetting sejak awal sebagai forum curhat untuk orang-orang yang tidak suka Ganjar.
Kenyataan bahwa Tri Cahyo Utomo tidak masuk dalam benang merah, tidak lantas menjadikan hipotesis itu gugur. Bukankah, hampir sudah bisa dipastikan bahw seorang pengamat pemerintahan pasti akan selalu mengkritisi kebijakan? Belum lagi melihat kenyataan akan sudah lazimnya profesi pengamat bayaran.
Oya, diskusi itu juga dihadiri pentolan Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang), Prabowo Luh Santoso. Salah satu serikat buruh yang paling keras menolak upah minimum kota (UMK) yang baru saja ditetapkan Ganjar. Jadi dengan mengundang Prabowo, apa lagi yang kamu harapkan selain mendengarnya mengulang orasi sumpah serapahnya tentang UMK.
Bukan cuma tidak mengundang Ganjar, diskusi itu juga tidak menghadirkan wakil pemerintahan, atau anggota Dewan dari Fraksi PDIP. Partai di luar PDIP jelas berkepentingan menjatuhkan Ganjar untuk melemahkan basis kandang Banteng.
Singkatnya, diskusi yang timpang itu berlangsung seperti lomba caci maki. Tak ada satupun kata yang positif tentang Gubernur berambut putih itu.
Program lelang jabatan yang bahkan masih berlangsung dinilai sudah gagal serta kartu nelayan dan petani yang baru saja akan diuji coba dinilai pepesan kosong. Lainnya, sudah bisa ditebak sejak awal, nada-nada minor tentang anggaran infrastruktur, tentang UMK, tentang apa saja yang pokoknya bisa digunakan untuk menyerang.
Tapi mereka tidak membicarakan tentang penghapusan amplop wartawan, yang bahkan Jokowi tak berani melakukannya di Jakarta. Mereka tak menyinggung soal pelepasan hewan langka yang sudah belasan tahun menghuni rumah dinas gubernuran. Mereka tak membicarakan sedikitpun soal penerobosan kekakuan birokrasi, pengurangan pengawalan mobil polisi, gubernur yang makan dengan lahap di kantin gubernuran, gubernur yang membuka ruang diskusi melalui twitter, serta mempersilakan siapapun dan kapanpun melaporkan apa saja melalui telepon seluler pribadinya.
Perihal “penggebukan” itu semakin jelas ketika Ganjar mendapatkan SMS sehari setelah diskusi. Dikatakan Ganjar sendiri bahwa seseorang bernama Budi mengiriminya SMS, berisi “Anda hari ini digebuki, itu karena anda menghapus amplop untuk kami. Wartawan golek amplop kanggo jajanan wae kok dibumpet”.
Dan ketika Ganjar membuka SMS itu, FWPJT kebakaran jenggot. Mereka marah-marah dituding menggelar diskusi untuk menyerang Ganjar karena amplop dihapus. Olala…
Ya ya ya, membaca berita-berita tersebut saya tersenyum manggut-manggut. Jelas saja mereka marah karena dituding menyerang hanya karena amplop yang berisi recehan. Uang Rp 150 ribu yang biasanya diberikan Biro Humas Pemprov Jateng untuk satu kali liputan jelas tidak mengenyangkan wartawan-wartawan senior yang berperut tambun itu.
Sebenarnya, lebih masuk akal jika penyerangan itu terkait ancaman dihapuskannya anggaran untuk FWPJT. Ratusan juta rupiah duit APBD yang diterima forum ini setiap tahun terancam dihilangkan juga oleh Ganjar. Tanpa duit itu, forum tak akan bertahan lama. Jika bubar, wartawan dan mantan wartawan senior itu tak bisa lagi menjual nama forum untuk meminta duit ke pejabat dan perusahaan.

0 komentar:
Posting Komentar