promosi bisnis online gratis

PERMAINAN- PERMAINAN ANAK / REMAJA MINANG JADOEL MELATIH SPORTIVITAS



Pada masa lalu, ”sportivitas’ dalam permainan-permainan anak/remaja di Minangkabau merupakan sautu paradigma, paling tidak dari pengalaman penulis sewaktu kecil di kampung tidak pernah melihat dan mendengar ada yang melanggarnya. Begitu juga dari teman-teman sebaya yang kalau ketemu dan berceritera tentang masa lalu; membenarkannya bahwa pada masa lalu kami yang jauh berbeda dengan masa kini.


.Permainan-Permainan Remaja Masa Lalu


Berbagai permainan anak/remaja di Minangkabau pada masa lalu dan masih ada dalam ingatan penulis atau mungkin saja masih ada yang memainkannya pada zaman sekarang memerlukan sportivitas yang tinggi seperi:


- Main Sipuga (Main Basipuga)


Sipuga berasal dari akar kata ”puga” yang dalam bahasa Minang salah satunya berarti menhantam atau memukul dengan sungguh-sungguh atau dalam bahasa Betawi sama dengan ”sabet/sambit” dan awalan ”si / basi” berarti saling.


Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok yang terdiri dari 5 orang atau lebih per kelompok dengan menakai alat permainannya bola kasti yang terbuat dari karet keras dan bagian dalamnya dari sabut kelapa. Pemain yang memegang/menguasai bola boleh menyabet punggung salah satu lawanya yang terdekat sekuat tenaga. Jika si pemegang bola merasa tidak dalam posisi bisa menghantam lawan, dia akan mengoperkan bola kepada temannya yang punya posisi lebih bagus. Jadi dalam permainan ini akan terjadi oper-operan bola dan para pemain kelompok tentu akan berusaha merebut bola agar bisa menyabet pemain lawannya.


Orang dewasa sekali pun, jika punggungnya disabet dengan bola kasti sepert itu sudah barang tentu akan kesakitan, apalagi bagi anak-anak SD. Namun, bagaimana pun sakitnya pemain yang kena sabet, harus sportif dan tidak boleh emosional/marah. Satu-satunya yang harus dia lakukan adalah merebut /menguasai bola utuk membalasnya secara resiprokal.



- Main Kudo –Kudo Apik


Tim yang dalam permainan ini terdiri dari dua orang, seorang jadi kuda dan yang lain jadi jokinya. Pemain yang jadi kuda menggendong temannya, si joki dipunggungnya. Agar tidak jatuh si joki menjepitkan kakinya pada rusuk si kuda temannya. Jaki kata “apik” dalam judul permianan ini berasal dari bahasa Minang “sapik” (bhs. Indonesia = “sepit/jepit”).


Pasangan (tim) yang ikut permainan ini tidak terbatas, siapapun boleh ikut terjun ke lapangan. Dalam permainan ini setiap tim berusaha menjatuhkan dengan cara menendang lawannya. Agar jokinya tidak melorot si kuda memegang kedua kaki jokinya dan untuk menjatyhkan lawan si kuda juga mengarahkan hantaman/tendangan jokinya kearah lawan. Tim yang tangguh akan berlari sekeliling lapangan mengejar tim peserta lainnya. Joki yang tendangan yang bagus akan menjatuhkan lawan. Tim yang tumbang kena tendangan boleh langsung ikut kembali.


Karena permainan ini adalah permainan saling menjatuhkan, maka permainan hanya diadakan di lapangan berumput / tanah/pasir. Peserta yang kesakitan karena terjatuh ke tanah,si kuda atau pun si joki; harus sportif tidak boleh marah, jika mau membalas harus membalasnya secara resiprokal.


Sportivitas Dalam Permainnan Adalah Paradigma


Hampir semua permainan anak/remaja masa lalu, seperti dua permainan anak di atas, begitu juga dengan permainan-permainan lain seperti ”Tokok Lele”, ”Lakon Semba”, Main Kelereng, Main Anggar dan lain-lain berlangsung/dimainkan dengan penuh kejujuran dan sportivitas, karena sportivitas adalah paradigma. Dari pengalaman penulis tidak pernah terjadi perkelahian akibat permainan permainan tersebut di atas. Catatan : Pedang-pedangan dalam permainan anggar terbuat dari kayu.



Jadi, seperti penulis kemukakan di atas, sportivitas dalam permainan anak di Minangkabau masa lalu adalah paradigma yang tidak tertulis. Bahkan pada masa lalu sering juga terjadi perkelahian antara dua anak, saking capeknya berkelahi, akhirnya kedua pihak dari saat itu memutuskan/sepakat untuk bermusuhan berarti tidak bertegur sapa lagi. Saking dendamnya bisa saja mereka untuk memutuskan bahwa umtuk bermusuhan dan permusuhan mereka adalah ”Pamusuahan Taro Dangkuang” (”Permusuhan Metode ”Dangkuang”). Dalam bahasa Minang, kata kerja ”dangkuang/mandangkuang” bermakna memukul punggung seseorang dengan sekuat tenaga.


Anak-anak yang terlibat ”Permusuhan Taro Dangkuang” ini akan selalu berjalan meletakkan salah satu tangannya dipunggung, jika tidak atau lupa melakukannya, maka musuhnya berhak meninju punggungnya sengan sekuat tenaga. Biasanya anak-anak yang terlibat permusuhan jika telah melihat musuhnya datang akan berusaha bersembunyi sembari memantau kalau-kalau lawannya lupa menaruh tangannya dipunggung. Jika pada saat sang lawan berlalu kelupaan menaruh tangan di punggung, maka dia akan berkelebat keluar dari persembunyiannya menyerang / memukul bagian punggung musuhnya. Walau bagaimana sakitnya si penderita harus sportif./tidak boleh marah dan hanya bisa membalas lain waktu jika dapat peluang. Dari pengalaman penulis tidak pernah melihat/mendengar ada anak-anak bertinju akibat ”didangkuang” lawannya, karena permusuhannya sendiri bermula dari perkelahian yang tidak berujung. Biasanya permusuhan ini berlangsung tidak lama dan pihak-pihak yang bermusuhan akan bersepakat untuk mengakhirinya dan berbaikan kembali dengan ritual menyilangkan kelingking masing-masing dengan lawannya.


Penutup


Jadi banyak permainan anak masa lalu di Minangkabau dilakukan dengaan penuh sportivitas, bahkan permusuhan antar anak-anak saja di Miangkabau pada masa lalu harus dilakukan secara sportif, tidak boleh emosional/marah. Catatan: Hampir semua permainan diatas adalah permainan anak / remaja SD atau pada masa lalu disebut SR.






sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/01/permainan-permainan-anak-remaja-minang-jadoel-melatih-sportivitas-614670.html

PERMAINAN- PERMAINAN ANAK / REMAJA MINANG JADOEL MELATIH SPORTIVITAS | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar