Seperti yang banyak disosialisasikan oleh berbagai pihak dan diberbagai media, HIV/AIDS menular dikarenakan kontak langsung dengan lapisan kulit dalam dan aliran darah atau cairan yang mengandung virus HIV. Cairan tubuh bisa berupa darah, cairan vagina, air mani bahkan air susu ibu. Cara penularannya bisa dengan hubungan intim (vaginal, oral, anal), jarum atau benda tajam yang terkontaminasi, transfusi darah, dari ibu ke bayinya (hamil, bersalin, menyusui).
Selain penularan HIV/AIDS dengan sebab-sebab yang jelas seperti diatas, juga terdapat penderita HIV/AIDS dari sebab-sebab yang belum diketahui secara pasti. Yang bersangkutan tidak pernah berhubungan intim/berganti-ganti pasangan, bukan pengguna jarum suntik dan tidak pernah transfusi darah. Oleh karena itu, bagi mereka yang kegiatan sehari-harinya tidak beresiko terkena HIV/AIDS juga harus waspada dan berhati-hati.
Salah satu yang patut diduga bisa menyebarkan penularan HIV/AIDS adalah penggunaan alat/pisau cukur berganti-gantian yang tidak dibersihkan/disterilkan sebelumnya. Apabila alat cukur yang dipakai untuk mencukur ODHA atau mereka yang terinveksi HIV(namun belum diketahui karena belum diadakan pemeriksaan) mengakibatkan luka dan darahnya menempel di pisau/alat cukur, bila alat cukur tidak dibersihkan/disterilkan lalu dipakai ke orang lain dan kebetulan menimbulkan luka/tergores, maka ada kemungkinan terjadi penularan. Pengamatan pada beberapa tukang cukur sederhana di beberapa kota, mereka menggunakan pisau cukur yang sama secara bergantian. Pisau cukur yang habis dipakai tidak dicuci apalagi disterilkan, melainkan hanya diusap dengan lap kain atau tisu kering.
Untuk itu pemerintah dan pihak-pihak yang konsen pada pencegahan penularan HIV/AIDS perlu juga melakukan pengarahan pada profesi tukang cukur ataupun salon-salon agar menjaga kebersihan peralatan cukur yang digunakan. Untuk mereka yang sering datang ke tukang cukur/salon sebaiknya memberitahu pada petugasnya agar menggunakan alat cukur yang sudah dicuci/disterilkan, atau mengganti dengan silet baru atau lebih baik lagi membawa sendiri silet/pisau/alat cukur dari rumah agar lebih aman dan terjamin kebersihannya.
Menanyakan kebersihan pisau cukur atau membawa alat cukur sendiri jangan sampai dianggap sebagai suatu sikap yang menjauhi atau memusuhi ODHA, karena hal ini adalah tindakan preventif untuk mencegah penularan yang memang berpotensi terjadi melalui kontak alat cukur yang terkontaminasi virus HIV. Demikian juga beberapa sikap lainnya yang terpaksa harus ditempuh agar virus HIV tidak tersebar antara lain:
- Pasangan yang dua-duanya terinfeksi HIV/AIDS sebaiknya menunda memiliki anak sampai penyakitnya 100 persen dapat disembuhkan.
- Pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV/AIDS sebaiknya tidak berhubungan intim meskipun menggunakan pengaman, karena meskipun diklaim bisa mencegah penularan virus HIV namun tidak ada yang bisa menjamin penularan tidak terjadi. Apalagi saat berhubungan intim sangat dimungkinkan kontak-kontak lain yang memungkinkan terjadinya luka dan atau pertukaran cairan yang menjadi jalan penularan virus HIV.
- Tidak sembarangan memberikan ASI orang lain kepada bayi. Salahsatu yang sedang marak adalah donor ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI karena Ibu biologisnya tidak bisa menghasilkan ASI. Donor ASI dari orang yang mengidap HIV/AIDS berpotensi menularkan virus HIV kepada bayi yang mengkomsumsi ASI tersebut. Menurut WHO dalam ASI wanita yang terinfeksi HIV banyak mengandung virus HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1 per 104 sel, partikel virus ini dapat ditemukan pada komponen sel dan non sel ASI (sumber).
Beberapa tindakan diatas bisa saja dianggap sebagai diskriminasi pada pengidap HIV/ODHA, namun hal ini bila dicermati dengan kepala dingin dengan membandingkan manfaat dan resikonya, maka harus dilakukan demi kebaikan bersama.
Adapun dalam bersosialisasi dengan ODHA tidak perlu membatasi diri secara berlebihan. Berbagai aktivitas dapat dilakukan bersama dengan ODHA dengan selama tidak ada kegiatan yang beresiko menjadi sebab terjadinya penularan. Berhati-hati lebih baik karena sampai sekarang penyakit AIDS belum ada obat untuk menyembuhkannya. Berhati-hati bukan berarti harus mendiskriminasi atau bahkan mengisolasi ODHA, sebaliknya tindakan berhati-hati dari orang lain di lingkungan ODHA hendaknya jangan sampai dimaknai sebagai diskriminasi. Lingkunga dan ODHA yang sama-sama mengetahui dan menyadari yang mana saja berpotensi terjadinya penularan akan menimbulkan saling pengertian dan menghindari kesalahpahaman. Salam.

0 komentar:
Posting Komentar