promosi bisnis online gratis

UMR=Upah Masih Rendah


Kenaikan upah pasti langsung mendongkrak harga. Kalau begitu apakah tidak lebih baik bila kenaikan tersebut tak usah digembar-gemborkan. Kalau perlu tak usah di umumkan. Agama mengajarkan agar kita membayar upah sebelum keringatnya kering. Pesan dari ajaran ini jelas, member imbalan secara cukup dan segera. Disini kita juga masih dihadapkan pada persoalan, berapa Standar Upah Minimum itu?


Kata para ahli ketenagakerjaan, upah mimimum itu tergantung pada daerahnya. Makanya ada kata Upah Minimum Regional. Kemudian ada juga lagi yang mengatakan bahwa harus dihubungkan dengan standar hidupnya sehingga muncullah KHM atau Kebutuhan Hidup Minimum. Katanya lagi, angka KHM itu harus 100 persen. Lantas, siapa yang menentukan angka 100 persen tersebut? Apakah dengan angka tersebut dapat dijamin seorang pekerja dapat hidup layak? Tanpa kejelasan yang berarti sama saja mengatakan bahwa seseorang itu lulus ujian apabila mampu mencapai nilai 100 persen. Nah, apabila 100 persen itu adalah angka 6, tentu sangat tidak bermutu sekali lulusan tersebut.


Para pemakai tenaga kerja selalu punya alasan klasik untuk menetapkan angka yang satu ini. Upah murah sebagai factor persaingan. Karena murahnya upah buruh kitalah yang menyebabkan banyaknya investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal pendapat tersebut belum tentu benar. Coba lihat Thailand, di tahun 80 an saja buruh mereka sudah dapat menikmati upah yang tiga kali lipat dari upah buruh kita. Tapi tetap saja investor berdatangan ke Negara Gajah Putih tersebut.


Para pengusaha Jepang punya alasan mengapa kita selalu kalah dengan Negara-negara tetangga kita soal mendatangkan investor ini. Birokrasi kita terlalu lambat dan cenderung bertele-tele. Sehingga mereka harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit selain waktu dalam urusan bisnis mereka. Jadi jelas, bukan upah buruh yang menjadi factor persaingan. Tapi efisien kan birokrasi kita sekaligus hapuskan debu-debu ekonomi biaya tinggi.


Bisa jadi pamakai tenaga kerja kita berada pada posisi diuntungkan. Pasokan tenaga kerja kita lebih besar dibandingkan daya serap yang ada. Maka pengusaha diatas angin. Mau kerja dengan upah minimum atau menganggur? Disinilah persoalan yang sangat mendasar. Tenaga kerjad dilihat sebagai menguntungkan atau merugikan. Tenaga kerja akan dibeli selama dia menguntungkan. Tapi setelah dianggap tidak produktif lagi, silahkan menepi dan jadi pengangguran.


Seharusnya pekerjaan lah yang harus disesuaikan dengan kondisi pekerja. Karena bekerja telah menjadi hak hidup setiap warga Negara. Jenis dan jumlah pekerjaan di depan kita sebenarnya sangatlah banyak. Kota-kota terus dibangun. Hotel, perumahan dan bahkan pabrik-pabrik terus bertambah. Dan bukan hanya itu, taman-taman kota dan tempat-tempat public lainya, banyak yang tak terurus dan membutuhkan perawatan. Anak-anak terlantar butuh pengasuhan. Panti-panti jompo perlu tenaga kerja.


Penetapan upah sudah selayaknya didasarkan akan kebutuhan hidup yang layak akan pangan,sandang dan papan. Bukan lagi atas dasar minimum.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/29/umrupah-masih-rendah-615097.html

UMR=Upah Masih Rendah | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar