Lewat juru bicaranya, Rutut Sitompul, Partai Demokrat mengirimkan tantangan kepada Jokowi untuk berdebat. Kata Ruhut yang oleh Anas Urbaningrum disebut “lebih banyak yang disampaikan dari pada yang diketahuinya” ini masyarakat kini telah terkecoh dengan banyaknya pemberitaan yang mengabarkan elektabilitas Jokowi terus meroket dan sulit ditandingi. Menurut Ruhut, elektabilitas Jokowi belum belum tentu sesuai fakta, dan kemampuan. Karenanya, Ruhut menantang Jokowi untuk membuktikannya dalam forum debat terbuka.
“Siapa yang paling tinggi ayo kita ketemukan di lapangan. Kalian angkat Jokowi, nyatanya enggak pernah debat. Jangan tong kosong nyaring bunyinya,” tantang Ruhut yang menyakini elektabilitas Jokowi cuma rekayasa lembaga survei dan pemberitaan media. “Kalian sudah terkecoh tiap ada bintang lain. Orang boleh sebelah mata, tapi kami bukan janji, kami berikan bukti,” gembornya penuh kepongahan.
Jika saja Ruhut bercermin diri tentunya ia tidak gegemboran menantang Jokowi berdebat. Ruhut seharusnya mengetahui bila dalam ajang pencarian Bakal Calon Presiden Partai Demokrat saja agenda adu debat kandidat dihilangkan. Padahal ajang pencarian bakal capres berrasa hambar dan kehilangan greget bila para calon tidak unjuk gigi mendebatkan gagasan-gagasannya.
Dan, jika ditarik lebih jauh ke belakang, tepatnya pada pagelaran debat capres putaran ketiga, seharusnya Ruhut merasa malu telah berkoar-koar mengumbar tantangan debat. Bagaimana tidak dalam debat capres yang diselenggarakan pada Kamis (malam Jumat), 2 Juli 2009 itu capres yang didukung Ruhut, Susilo Bambang Yudhoyono, terpuruk.
Debat capres yang diselenggarakan di Balai Sarbini ini diakui Ketua Bawaslu, Nur Hidayat Sardini sebagai debat final sesungguhnya dan membuat mata terbelalak. Dekan Fisipol UGM, Pratikno yang ditunjuk sebagai mederator dinilai sanggup menghidupkan suasana sehingga memancing gairah para capres untuk saling menyindir atau menyentil. Semua kandidat capres pun tampil lebih menarik dan penuh kehangatan dalam debat capres putaran terakhir malam ini. Capres Jusuf Kalla dinilai masih menjadi bintangnya.
JK tampil lebih rilek dalam debat terakhir itu. Dangan ketenangan itu JK tampil offensif menyerang capres petahana SBY JK dinilai mampu memanfaatkan setiap momentum untuk melancarkan serangan balik dengan kritik-kritik yang sulit dibantah oleh SBY.
Gol-gol cantik pun delesakkan JK ke gawang SBY mulai dari iklan satu putaran pasangan SBY-Boediono yang disebut JK sebagai iklan ilegal karena SBY mambantah sebagai pengiklannya. Perdamaian Aceh dan penanganan konflik Poso pun disinggung JK dengan baik hingga menohok SBY yang hanya mempu bertahan sambil mengulum senyumnya.
SBY yang kebobolan banyak gol mengaku tidak memasalahkannya.
“Ya tidak apa-apa, itu dinamis saling sanggah menyanggah. Itulah debat, kami tetap baik. Kami ingin berkomunikasi dengan rakyat. Saya pikir itu yang diangkat sudah diperdebatkan oleh semua pasangan,” ujar SBY usai debat (Sumber).
Yang menarik adalah perngakuan SBY sehari setelah kekalahannya di malam Jumat tersebut. Tokoh yang diagung-agungkan oleh Ruhut Sitompul ini berkilah kalau kekalahannya tersebut akibat serangan santet dari lawan politiknya.
“Saat ini adalah musim pemilu presiden dan pemilu wapres. Banyak yang menggunakan ilmu sihir,” kata SBY saat menggelar acara dzikir bersama pengajian SBY Nurussalam di kediaman pribadi Presiden, Puri Cikeas, Bogor, Jumat (3/7/2009).
Kemudian pembina Demokrat ini pun bercerita pengalamannya menghindari santet saat akan menghadiri acara debat capres.
“Semalam ketika kami akan menghadiri debat capres, saya, istri, pengawal, dan pengemudi sejak keluar dari rumah terus berdzikir. Akhirnya kami selamat sampai tujuan,” tuturnya (Sumber)
Berdasarkan pengalaman tersebut sangat dibenarkan bila Jokowi menampik tantangan Demokrat. Kalaupun nantinya memenangi perdebatan, Jokowi akan dituding sebagai dukun santet, dukun tenun, dukun teluh, tukang sihir, dan tukang voodoo.
(Bagi teman-teman yang belum berani atau takut berdebat, tips kalah debat ala SBY ini bisa dimanfaatkan)
Sumber lain:

0 komentar:
Posting Komentar