Sam Kok atau The Three Kingdoms atau Tiga Negara adalah bacaan wajib politbiro Partai Komunis Cina, karena sangat mempengaruhi budaya dan cara berpikir selama beratus tahun tidak hanya di China, namun juga Taiwan, Jepang, Korea. Di dalam hikayat Sam Kok terdapat ribuan tokoh dengan berbagai jabatan, peran dan kiblat politik, sehingga nyaris setiap praktek dan tindakan politik di zaman modern inipun bisa diketemukan paralelnya dalam Sam Kok.
Sam Kok adalah kisah perang dan pergulatan politik hampir seratusan tahun, yang menghasilkan tiga dinasti di bawah tiga pemimpin : Liu Bei, Cao Cao dan Sun Quan.
SBY, adalah pemimpin yang bertype Liu Bei, seorang pemimpin berkarakter lemah dan emosional, memimpin dengan usaha merangkul. Hanya saja, SBY tidak memiliki ketulusan Liu Bei, yang menghasilkan kesetiaan jendral-jendral kaliber tinggi seperti Guan Yu, Zhang Fei, Zhuge Liang dan Zhao Yun. Sebagian anak buah SBY terbukti hanya penjilat, aji mumpung, ambil kesempatan dalam kesempitan dan berkhianat.
(Guan Yu atau lebih sering disebut Guan Gong, dapat dikatakan adalah tokoh yang paling terkenal di Sam Kok. Perawakannya tinggi besar, mukanya merah, berjanggut lurus panjang, acapkali digambarkan memakai baju hijau dan membawa golok bertangkai panjang. Guan Gong adalah icon untuk keksatriaan dan kesetiaan, seringkali disembah di pelbagai masyarakat Cina. Contohnya di setiap kantor polisi di Hongkong biasanya ada patung Guan Gong yang disembahyangi hio setiap hari.)
Megawati adalah karakter pemimpin yang mendekati Sun Quan. Terlahir bangsawan, Sun Quan menerima warisan nama dan pengikut dari ayah dan abangnya yang hebat, Sun Jian dan Sun Ce. Sebelum meninggal, Sun Ce sudah memberikan landasannya, urusan dalam negeri ada Zhang Zhao, urusan luar negeri ada Zhou Yu. PDI-P adalah partai yang mengakar dengan pengikut yang matang secara politik dan loyal, hasil dari kharisma dan Marhaenisme yang diwariskan Soekarno.
Prabowo, yang mengaku mengagumi Hugo Chavez, adalah pemimpin type Cao Cao. Cao Cao adalah raja dalam Sam Kok yang memiliki sifat paling tegas dan kejam, sehingga acapkali digambarkan sebagai penjahat. Di dalam film Red Cliffs karya John Woo, Cao Cao menjadi tokoh antagonis yang kalah telak dari Zhou Yu dan Zhuge Liang. Padahal dalam sejarah sesungguhnya Zhou Yu akhirnya mati dipanasi Zhuge Liang, sementara Cao Cao bangkit dan mendirikan dinasti baru.
Sejatinya Cao Cao adalah raja yang pintar dan kharismatik. Dia hebat dalam menilai orang, merekrut dan membangun kesetiaan anak buahnya. Apabila seseorang disukainya, seperti Guan Yu, Cao Cao tidak sungkan memuji, membujuk bahkan memohon agar orang itu mengikut dia, meskipun Guan Yu lebih sering menjadi musuhnya di medan perang. Cao Cao menjadi inspirasi motivasi, reward dan punishment dalam manajemen modern. Prabowo, dari track recordnya di militer dan sebagai pemimpin Kopassus, menunjukkan kemampuan ini.
Almarhum Soeharto, adalah jelas pemimpin berkarakter Cao Cao. Sementara almarhum Gus Dur, mendekati karakter Liu Bei.
SBY, Megawati dan Prabowo adalah tiga tokoh politik di Indonesia yang setara tiga tokoh utama Sam Kok, dengan kekuatan yang riil : pengikut, dana, kharisma, akses ke militer, back-up dari faksi di luar negeri; mungkin tidak semuanya, namun kombinasi dari beberapa faktor tersebut. Merekalah yang memiliki kemampuan jadi king, atau minimal kingmaker. Tokoh-tokoh yang lain hanya nama sambil lewat yang dibesarkan lembaga survey atau memiliki keberuntungan dan popularitas sesaat, meskipun mereka pernah atau mungkin berkesempatan duduk di tampuk tertinggi di negeri ini.
Ahok, dalam Sam Kok, mendekati karakter yang bernama Lu Bu. Lu Bu adalah jendral yang ganteng dan memiliki kemampuan perang yang tinggi, namun karakternya mentah, emosional dan tidak mampu setia kepada siapapun kecuali dirinya sendiri. Ikut Ding Yuan, membunuh Ding Yuan dan pindah ke Dung Zhuo. Lalu membunuh Dung Zhuo, dan menggembel bersama Wang Yun sebelum ikut Yuan Shu. Habis itu meninggalkan Yuan Shu dengan ikut Yuan Shao. Saat Cao Cao di atas angin, pindah mengikut Cao Cao dan memerangi Yuan Shu, bekas bossnya. Setelah itu mengkhianati Cao Cao dengan bergabung lagi ke Yuan Shu. Akhirnya Lu Bu dikalahkan di Xiapi dan dipancung Cao Cao.
Membaca kehidupan Lu Bu seperti mengikuti perjalanan seekor kecoa. Perawakan yang tinggi besar membuatnya ada kharisma, sehingga pada awal menipu semua orang : dari Dung Zhuo sampai Cao Cao, untuk menerimanya meskipun dia barusan membunuh dan mengkhianati boss sebelumnya. Namun kepercayaan majikan dan kemenangannya di medan perang tak berusia panjang akibat sifatnya yang egois dan pengkhianat, sehingga Lu Bu hanya mampu malang-melintang kurang dari sepuluh tahun dari satu aliansi ke aliansi lain, sebelum akhirnya dihukum mati dengan hina.
Gerindra bukan partai yang memiliki ideologi seperti PDI-P, karena itu tidak heran jejaknya adalah kurang lebih seperti Demokrat, rawan merekrut oportunis dan politisi jadi-jadian sebagai kadernya supaya cepat besar. Tantangan seorang pemimpin adalah menciptakan loyalis sejati, atau minimal, menghasilkan orang-orang yang bisa bekerja-sama secara positif mencapai tujuan yang sama. Kegagalan kepemimpinan Prabowo adalah merekrut manusia kelas Lu Bu seperti Ahok, yang selain tidak loyal, juga kurang etiket dan tidak punya rasa terima kasih.
Maraknya kabar mengenai pecah kongsi Ahok dengan Gerindra, dipikir gara-gara masalah prinsipil apa, tidak tahunya cuma urusan remeh temeh denda jalur busway, urusan PKL dan ambulans dengan bendera Gerindra di Waduk Pluit. Urusan internal sepele yang bisa diselesaikan di dalam partai tanpa gembar-gembor ke media, yang bahkan Jokowi sendiri mengatakan ‘wajar kalau diingatkan partai, saya bisa handle komunikasi ini lebih baik!’ Seolah-olah begitu sucinya Ahok, tak mau didikte untuk keuntungan partai, padahal barusan ini dia dengan entengnya mengatakan semua dosa korupsi Lurah hasil seleksinya diputihkan saja !
Saat ini seolah pupus masa lalu Ahok, saat dengan modal Bupati kurang lebih setahun, gagal menjadi Gubernur Babel. Dagangin diri habis-habisan sebagai kandidat Gubernur DKI tak ada yang menyambut, sampai akhirnya digamit Prabowo. Sekarang ini dengan ledekin Prabowo sebagai tidak laku jadi Presiden kalau ada Jokowi, menyerang Gerindra dan gagah menantang dipecat; Ahok bukan cuma siap jadi Gubernur, tapi juga siap jadi Presiden, jabatan yang sudah dirintis hampir satu dekade oleh Prabowo.
Saat ini majikan baru Ahok seolah adalah Jokowi, meskipun beberapa sindiran dan serangan sudah dilayangkannya. Mulai dari keluhan sering cuti, blusukan tidak efektif (Ahok tidak akan blusukan, rakyat cukup kirim foto saja) sampai mencoba menyindir hubungan Jokowi dengan Megawati. Melihat karakter Ahok yang paralel dengan Lu Bu, tinggal tunggu tanggal mainnya Jokowi jadi mantan junjungan yang akhirnya ditelingkuh.
Ujian kepemimpinan Prabowo berikutnya adalah bagaimana menangani typikal manusia seperti Lu Bu ini? Banyak yang mengompori supaya Gerindra memecat Ahok. Untungnya Sekjen Gerindra menyatakan tidak memecat Ahok, sebab apabila terjadi, maka Prabowo dan Gerindra telak-telak jatuh ke dalam perangkap yang dibuat Ahok. Gerindra dan Prabowo akan jadi bahan olokan, sementara Ahok jadi martir baru yang tambah populer.
Ada satu kisah yang menggambarkan kejeniusan Cao Cao yang bisa menjadi referensi Prabowo.
Pada saat Cao Cao masih menjadi jendral di bawah dinasti Han, salah satu penasehat di pasukannya merekomendasikan seorang terpelajar bernama Mi Heng untuk direkrutnya. Mi Heng dikenal masyarakat sebagai menguasai konfusius dan diharapkan bisa menaikkan popularitas Cao Cao.
Mi Heng seseorang yang arogan, pada saat masuk ke tempat Cao Cao, dia tersinggung karena tidak dipersilakan duduk. Dia protes, dan Cao Cao lebih mendahulukan jendral-jendralnya. Dalam keadaan ramai itu, Mi Heng menghina jendral-jendral Cao Cao, yang digambarkannya sebagai tukang kuda, penjaga pintu, peniup terompet, jagal anjing, karung beras dan gentong arak.
Peristiwa penghinaan itu terjadi dua kali. Bahkan Cao Cao juga disebut tiran tak kenal malu, leluhur Cao Cao pun kebagian dimaki-maki. Zhang Liao, salah satu jendral Cao Cao, menghunus pedang hendak membunuh Mi Heng. Cao Cao melerai, sebab dia tahu persis, membunuh Mi Heng saat itu juga hanya akan menjadikan Mi Heng martir dalam sejarah dan membuktikan bahwa dia memang tiran.
Apa yang dilakukan Cao Cao? Cao Cao tidak mengapa-apakan Mi Heng, tapi mengirim Mi Heng kepada Liu Biao, jendral lainnya di dalam dinasti Han, dengan pujian tinggi. Tak lama kemudian, diterima kabar bahwa ada kecelakaan, Mi Heng dibunuh oleh anak buah Liu Biao yang mabuk. Di sinilah kecerdasan Cao Cao. Dia mampu menelan penghinaan Mi Heng dan mengirimnya kepada Liu Biao yang terkenal emosional, dengan tujuan supaya Mi Heng dihabisi tidak melalui tangannya sendiri. Huang Zu, pembunuh Mi Heng itu, dihukum menjadi pengurus kuda sebentar, lalu kembali menjadi jendral yang diperhitungkan dalam sejarah Sam Kok.
Menghadapi Ahok diperlukan kecerdasan emosional. Dalam bulan-bulan ke depan menjelang Pemilu, Ahok akan terus memprovokasi Gerindra dan Prabowo. Apabila anak buah Prabowo menghunus pedang politik, maka Ahok akan jadi martir politik dan tambah populer, di atas kejatuhan image Prabowo dan Gerindra. Inilah saat Prabowo menunjukkan ketenangan untuk membuktikan dirinya sekelas Cao Cao yang bisa membangun dinasti, dan tidak perlu ribut dengan anak kecil yang hanya numpang lewat dalam sejarah seperti Lu Bu alias Ahok.
Ahok tidak perlu diapa-apain. Sejarah membuktikan, meskipun politik adalah soal kepentingan, yang tidak mampu memainkannya secara elegan, dan malah pakai cara-cara kutu loncat dan provokasi kasar tidak akan lama berkiprah. Pencitraan hanya bisa membeli waktu yang singkat, kebenaran hakiki pasti akan tersibak. Seperti yang terjadi pada SBY. Pada Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh, politisi-politisi penuh harapan, muda dan glamor yang satu demi satu sudah dan segera menuju bui.
Selama ini Ahok sudah memupuk banyak musuh dan melakukan kebijakan di wilayah abu-abu, yang rawan pelanggaran. Memusuhi DPRD dan Pemerintah Pusat, dan kini memusuhi partainya sendiri. Padahal apabila suatu hari Ahok naik jadi Gubernur, dan tidak ada Jokowi lagi yang menjadi bempernya, DPRD itu punya kuasa memakzulkannya. Jika itu terjadi, partainya sendiri kemungkinan satu-satunya yang akan membelanya. Ahok mungkin berpikir, dia tidak butuh Gerindra, dan bisa mengandalkan people’s power untuk menjadikan pahlawan atau setidaknya martir.
Tinggal ditunggu moment of truth siapa yang akan turun ke jalan membela Ahok. Apakah 1000 KK dari Belitung akan naik bus ke Jakarta? Apakah fansnya yang gemar membela semua tindakannya yang kurang etiket sebagai progresif akan bikin aksi di balai kota? Apakah cyber armynya yang pakai nama samaran di dunia maya akan menampakkan muka aslinya ? Kita lihat saja. Dan Prabowo tak perlu menghunus pedang, karena seperti kisah Lu Bu dan Mi Heng, Ahok yang akan menggali kuburnya sendiri.
Jakarta, 6 Desember 2013

0 komentar:
Posting Komentar