Beri Aku 10 Pemuda, Maka Akan Kuguncang Dunia. Ucapan dahsyat Soekarno mengandung makna betapa semangat kaum muda bisa mewujudkan apapun yang nampaknya mustahil dilakukan. Kalimat penuh inspirasi sepertinya hanya dapat muncul dari ketulusan hati dan kekuatan jiwa serta kerja keras tanpa kenal putus asa. Betapa Indonesia butuh pemimpin yang mampu menginspirasi untuk bekerja lebih keras, menghargai sesama, bersahabat dan sejajar dengan negara lain. Berpulangnya Mandela yang bangga dengan batik dan menghargai Indonesia mengingatkan akan sosok dunia pejuang kebebasan dan kesetaraan manusia yang sabar dan berjiwa besar.
Tahun 2014 sepertinya akan menjadi tahunnya kaum muda peduli politik. Dalam banyak kesempatan terlontar komunikasi dan diskusi bahwa tidak pada tempatnya kaum muda masa bodoh dan alergi dengan politik namun mengharapkan perubahan pada kehidupan yang lebih baik. Jangan harap perubahan akan terjadi begitu saja. Kalau tidak puas dengan penyelenggaraan bernegara yang ada, masuklah ke dalam sistem bernegara, dan ubahlah menjadi lebih baik. Dunia politik yang lekat dengan kehidupan bernegara membutuhkan kaum muda yang energik, cerdas, berpikiran luas dan terbuka, dan punya hati nurani. Alangkah idealnya kaum muda idaman ini memenuhi ruang-ruang politik sebagai agent of change. Menggantikan ratusan atau ribuan anggota dewan perwakilan rakyat pusat dan daerah yang sekedar memainkan kekuasaan tanpa memanfaatkannya untuk kemaslahatan rakyat; yang sekedar datang, duduk, dan tertidur atau memainkan gadget di ruang sidang; dan sikap serta perbuatan lain yang tidak produktif dan kontributif untuk perbaikan nasib rakyat. Memunculkan kepala-kepala daerah super yang berintegritas dan memiliki komitmen serta berupaya ekstra keras memajukan daerah yang dipimpinnya, tidak rela rakyatnya kelaparan dan derahnya kumuh dengan kantung-kantung kemiskinan. Menjadi pelopor perubahan dan penabur harapan akan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Apabila kaum muda serius dengan perbaikan nasib bangsa, trend yang terjadi sampai tahun 2025 menyediakan daya dukung yang kuat. Bonus demografi menawarkan keuntungan dengan proporsi penduduk produktif, usia antara 15-64, yang lebih besar. Apabila digambarkan sebagai piramida maka paling besar pada bagian tengah sementara bagian dasar representasi anak-anak dan bagian puncaknya representasi usia tua lebih kecil. Bisa diartikan kaum muda mendominasi pada banyak bidang kehidupan. Bonus demografi dapat terjadi antara lain disebabkan menurunnya fertilitas mungkin karena keberhasilan program keluarga berencana selama ini; meningkatnya kualitas kesehatan; dan lainnya. Bonus demografi dapat dimanfaatkan secara optimal apabila sumber daya manusia berpendidikan, lapangan kerja tersedia, penduduk mampu menabung dan berinvestasi, dan pemberdayaan wanita berjalan bagus.
Fenomena kaum muda peduli politik tampak nyata saat Pilkada DKI Jakarta 2012. Di antara pesta demokrasi konvensional seperti rapat akbar diselingi parade artis, jor-joran baliho kampanye, iklan kampanye di TV, pemasangan spanduk dan bendera partai yang sampai menutup ruang publik, menyeruak pesta demokrasi non-konvensional. Kreativitas berkampanye melalui pemanfaatan internet antara lain dengan you tube, facebook, twitter, kompasiana, dan game on-line sungguh menunjukkan semangat kaum muda. Kemudian ribuan pemuda melakukan flash mob spontan dan kompak di ruang publik, menari bersama menebar semangat untuk mendukung jargon perubahan. Munculnya ratusan ribu sukarelawan membantu proses kampanye kandidat pendukung perubahan. Kreativitas dan inovasi sungguh fenomena positif bidang politik. Sepertinya pola yang serupa akan muncul lebih masif untuk Pemilu 2014. Harapan politik yang lebih logis, kreatif, dan inovatif akan dapat menggeser politik transaksional yang mengancam kemajuan dalam berdemokrasi.
Kepedulian kaum muda dalam politik telah menandai sepanjang 2013 ini. Survei-survei elektabilitas capres sebagian besar dimenangi Jokowi. Sudah menjadi perbincangan umum di tempat kerja, di kafe-kafe, di media sosial, dan komunitas lain, bahwa publik cenderung menghindari capres dengan ciri 4L, lu lagi lu lagi. Mungkin hal ini menggambarkan segenap rakyat Indonesia terutama kaum mudanya berkehendak untuk move on, menghendaki perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Selain Jokowi, sebagian besar capres yang menyeruak ke atas merupakan tokoh-tokoh senior yang pernah mengabdi pada negeri, namun pernah juga sebagai capres yang gagal pada periode sebelumnya. Track record gagal nyapres dari para tokoh senior ini sedikit banyak menyebabkan survei-survei elektabilitas berpihak pada Jokowi, yang mewakili kaum muda yang energik, cerdas, berpikiran luas dan terbuka, dan punya hati nurani. Bagaimanapun manusiawi adanya apabila publik lebih mendekat pada simbol keberhasilan, meskipun masih dalam taraf keberhasilan memenangi survei.
Ketika Jokowi oleh majalah Jerman berpengaruh, Spiegel, diperbandingkan dengan Mandela yang disebut sebagai raksasa keadilan oleh Sekjen PBB, tentu saja sebagai kaum muda dan bangsa Indonesia, tumbuh rasa bangga dan harapan. Di balik sikap sedehana seperti halnya pemimpin besar lain, Jokowi menyimpan jiwa kepemimpinan yang mendunia. Banyak koran dan majalah luar negeri bahkan akademisi di lingkup universitas di luar negeri, menjadikan Jokowi sebagai topik diskusi yang menarik dan menginspirasi. Semoga tunas kepemimpinan dunia ini bisa tumbuh, besar, berbunga dan berbuah untuk Indonesia yang lebih baik.
Salam

0 komentar:
Posting Komentar