Sejak jaman Republik Indonesia ada, tidak ada satupun partai agamis non muslim yang akhirnya exis hingga sekarang. Puluhan organisasi telah dibangun dan kemudian hancur lagi. Terakhir Partai Damai Sejahtera telah almarhum karena tidak memenuhi kuorom persebaran di seluruh Indonesia.
Perkembangan akhir-akhir ini melahirkan sentimen eksklusifisme politik yang tidak pernah ada sebelumnya. Dengan dunia maya yang tidak berbatas diluar dunia nyata, tanpa alasan jutaan orang jadi seolah-olah berbondong-bondong “menyukai” Ahok.
Disinyalir kesukaan atas tokoh ini sangat berbau politis. Politisnya, ini sangat kental dengan bauran agama.
Hal ini terbukti baru-baru ini dimana terjadi banyak ketidaksepahaman antara Ahok dengan partai yang mendukungnya untuk menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Meski begitu, Ahok yang berasal dari partai Golkar di kursi DPR-RI periode 2004-2009 dan sebelumnya berasal dari partai entah apa, tetap ramai didukung di dunia maya dengan segala kamuflase kehebatannya di pemerintahan.
Meski begitu, sisi lain yang dapat jelas terbaca dari situ adalah : tidak ada dominasi politik yang dapat dinilai terhadap integritas Basuki alias Zhōng Wànxié / 钟万勰ini.
Satu-seratus entitas untuk mendukung sangat jelas adalah orang-orang sama yang dapat menduplikasi diri menjadi jutaan orang. Tapi lainnya, exis, lebih karena factor sentiment keagamaan.
Dan jelas juga pihak-pihak yang mendominasi dunia maya di Indonesia.
Dengan thesis ketidakberlanjutan politik agamis non islam di Indonesia, wacana baru yang dapat berkembang pada dominasi pencitraan Ahok kali ini adalah pada sentimen rasialistis.
Tanpa hal baru yang mengikutinya jelas bahwa di dunia nyata tidak ada entitas dominan yang menyukai Ahok di Indonesia ini.
Etnis tionghoa yang terwakili oleh Ahok secara nasional di pemerintahan, dengan jumlahnya yang disinyalir banyak dan merata diseluruh penjuru nusantara setelah etnis jawa misalnya serta apologi nasionalisasi nyeleneh Gus Dur, harusnya dapat menghasilkan konsesus untuk membuat organisasi politik baru yang berbau ekslusifisme atas dukungannya terhadap Ahok dan lebih mendekati dunia yang sebenarnya, seperti misalnya Partai Keturunan Cina Indonesia.
Ini akan lebih menjelaskan secara ksatria kebenaran yang dimiliki Ahok misalnya. Meski mungkin harus berhadapan dengan konstitusi sendiri, siapa tahu ini akan berkembang?

0 komentar:
Posting Komentar