promosi bisnis online gratis

caleg dan PKPU 15


EUPHORIA CALEG DAN PKPU NO. 15 TAHUN 2013


SEBUAH PANDANGAN PSIKOLOGIS



Euphoria Caleg dan Pemilih


Mengutip pernyataan seorang teman, Hendra Budiman, Manager Tim Pemenangan Calon DPD Muspani, SH. Bahwa ‘Uang bukan jaminan utama untuk menjadi menang, tapi tanpa uang caleg pasti kalah’. Kalimat ini sangat menggelitik penulis, sederhana tapi memiliki makna mendalam. Tidak sedikit caleg yang maju hanya dengan ‘modal dengkul’ saja pada pemilu 2014 mendatang, namun mereka tetap percaya diri untuk maju menjadi calon legislatif dan ingin menang. Beberapa orang calon legislatif yang penulis temui masih berfikir bagaimana cara mendapatkan uang untuk modal mencalon. Dengan asumsi bahwa para caleg memiliki banyak kewajiban pribadi yang harus ditunaikan dengan mengeluarkan anggaran biaya selama menjadi calon legislatif, mulai dari anggaran yang harus dikeluarkan pada saat pendaftaran caleg, pembuatan atribut kampanye, sumbangan wajib ke partai pengusung (beberapa partai tidak memberlakukan kebijakan ini), anggaran operasional caleg selama berkampanye (beli bensin mobil/motor, biaya makan dan minum, biaya sewa kendaraan, dan biaya lain-lain yang bagi sebagian caleg ini menjadi wajib, seperti biaya saweran jika datang ke tempat-tempat pesta, bagi-bagi rokok saat bertemu kerabat di warung kopi, dan lain-lain) ini semua menjadi euphoria para caleg selama menyandang status menjadi calon legislatif.


Perasaan senang, bangga dan suka cita tercermin dalam wajah-wajah caleg yang telah memiliki anggaran yang cukup dan dapat menjawab kebutuhan-kebutuhan itu, namun tidak demikian dengan para caleg dhuafa yang hanya akan mengandalkan modal air liur untuk maju dan bergerak menuju perebutan kursi legislatif 2014 mendatang. Mereka tentu sedang berfikir keras mencari dan mendapatkan ide untuk dapat memenuhi kebutuhan menjadi seperti ‘layaknya’ seorang caleg.


Uniknya, euphoria caleg dalam menghambur-hamburkan uang ini diiringi oleh penerimaan warga atau calon pemilih terhadap perlakuan para caleg. Calon pemilih menunggu-nunggu kedatangan para caleg turun ke desa-desa untuk menerima perlakuan itu. Bahkan sebagian calon pemilih sudah sedikit lebih intelek, mereka mempersiapkan proposal kegiatan olahraga, proposal pembangunan masjid, proposal pembangunan siskamling, proposal pengoralan jalan, dan lain sebagainya. Semua ini dilakukan untuk diajukan kepada para caleg yang datang menemui mereka, mereka berkumpul di suatu tempat dengan puluhan bahkan ratusan orang calon pemilih. Ini dilakukan agar caleg yang bersangkutan semakin yakin bahwa mereka calon pemilih antusias dengan kedatangan caleg tersebut. Pertanyaan mendasar yang akan muncul ialah, apakah semua calon pemilih yang datang dalam pertemuan itu akan pasti memilih caleg yang bersangkutan pada pemilu mendatang? Sebagian caleg percaya itu, namun sebagian caleg tentu memilih jalan lain tanpa harus membuang-buang waktu melakukan pertemuan, menerima pengajuan proposal calon pemilih, dan lain-lain.


Yang mungkin terlupa oleh para caleg adalah pertemuan yang sama akan dilakukan kembali oleh calon pemilih kepada para caleg yang datang kemudian. Caleg datang dengan tujuan dan keinginan yang sama yaitu ‘mohon doa dan dukungan suara untuk maju sebagai calon legislatif’. Tentu saja ini akan menjadi ladang pengajuan proposal bagi para calon pemilih tanpa disadari oleh para caleg. Sebagian calon pemilih berpendapat bahwa masa kampanye adalah masa dimana calon pemilih berkesempatan untuk melakukan tawar menawar kepada caleg. Tentu saja bukan tawar menawar program yang hanya akan menjadi janji-janji belaka. Mereka ingin program real yang dilakukan hari ini. Sebagian calon pemilih mengatakan bahwa pemilih kita sekarang sudah ‘cerdas’, pernyataan yang keluar dari calon pemilih adalah “kalau bukan sekarang, kapan lagi kita mencicipi hasil para caleg ini, nanti kalau mereka sudah jadi anggota dewan pasti mereka akan lupa dengan kita..”. Namun yang menjadi pertanyaan apakah cerdas yang dimaksud adalah cerdas dalam tawar menawar uang atau barang dengan para caleg? Atau benar-benar cerdas dalam memilih dan menentukan pilihan dengan melihat visi-misi yang diajukan para caleg?.


Banyak caleg yang menyadari bahwa tawar menawar suara dengan uang atau barang dengan calon pemilih adalah perbuatan yang tidak mendidik, tapi anehnya masih banyak juga caleg yang mengikuti irama ini. Pertanyaan berikutnya, mungkinkah euphoria tawar menawar antara caleg dan calon pemilih tetap akan terjadi pada pemilu mendatang?. Kemungkinan itu bisa saja masih terjadi, terlebih munculnya Peraturan KPU No. 15 tahun 2013 yang mengatur penggunaan atribut kampanye bagi caleg, sudah barang tentu penggunaan anggaran kampanye dari sisi atribut dapat ditekan oleh caleg, dan anggaran tersebut dapat dialihkan ke pos yang lain. Maka kemungkinan tawar menawar antara caleg dan calon pemilih masih terbuka lebar, tentu saja bagi caleg yang memiliki kelebihan dana untuk itu. Lalu, bagaimana dengan caleg dhuafa? Mungkinkah terbantu dengan PKPU No. 15 tahun 2013 ini?



Kontroversi PKPU Nomor 15 tahun 2013


Pasal 17 PKPU No. 15 tahun 2013 secara rinci mengatur penggunaan baligho/ papan reklame, spanduk dan bendera bagi peserta pemilu. Beberapa inti yang disebutkan dalam pasal ini adalah baligho/ papan reklame hanya boleh dipasang oleh partai politik satu desa satu baligho, yang berisi gambar partai, nomor urut partai, visi-misi partai, foto pengurus partai yang tidak mencalon. Pada ayat yang lain disebutkan bahwa, spanduk hanya boleh dipasang oleh caleg dan partai politik satu buah untuk satu zona, dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 meter (tidak diatur isi dalam spanduk). Itulah sedikit ulasan tentang isi dari PKPU No. 15 tahun 2013 tersebut. Ini artinya caleg tidak diperbolehkan membuat dan menggunakan baligho secara perorangan.


Terhadap pembatasan penggunaan atribut kampanye bagi para caleg terutama penggunaan baligho/papan reklame, spanduk dan bendera, mendapat tanggapan yang beragam dari banyak pihak, tentu saja para pihak yang berkepentingan. Caleg merupakan salah satu pihak yang berkepentingan dalam hal ini. Caleg yang memiliki ‘banyak uang’ dan hanya mengandalkan atribut kampanye untuk mengenalkan diri dengan masyarakat tentu saja kecewa dengan peraturan ini, karena mereka tidak dapat mengekspresikan diri secara full lewat baliho, spanduk dan bendera selama menjalani masa kampanye. Padahal, atribut-atribut tersebut dinilai penting dan penunjang utama dalam memperkenalkan diri kepada masyarakat. Di sisi lain, caleg yang memiliki keterbatasan dana dan modal pas-pasan menjadi semakin percaya diri dan mendukung peraturan KPU ini untuk segera diberlakukan. Kontroversi ini pun sering terdengar dan terbaca di banyak media massa dan elektronik, terjadi dalam diskusi-diskusi terbatas, bahkan dalam diskusi warung kopi sekalipun.


Meskipun KPU dan jajarannya, KPU Propinsi, KPU Kabupaten, PPK, PPS dan KPPS, telah melakukan sosialisasi kepada para peserta pemilu dan masyarakat umum. Namun, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul setelah diberlakukannya peraturan ini. Misalnya, penempatan area atau zona yang disebutkan dalam regulasi ini. Tidak ada standar pasti apakah zona itu berada di tingkat kabupaten, kecamatan, desa atau RT (karena itu akan diatur lebih lanjut oleh KPUD dan Pemda). Lalu, bagaimana dengan baligho yang dipasang di pekarangan rumah warga yang notabene-nya pekarangan itu masuk ke dalam ruang private (bukan ruang publik), apakah petugas akan tetap melakukan pembersihan jika terdapat pelanggaran semacam itu? (sepengetahuan penulis, dalam KUHP, memasuki apalagi mengambil sesuatu dari ruang privat tanpa izin adalah pidana). Itulah beberapa diskusi kecil yang sering terdengar dan terbaca di media massa maupun elektronik akhir-akhir ini.


Artikel ini tidak akan membahas lebih dalam tentang materi dalam regulasi ini karena akan banyak pakar-pakar hukum di negeri ini yang berkompeten untuk membahasnya. Penulis hanya akan melihat regulasi ini dengan pendekatan psikologis. Apakah secara psikologis caleg diuntungkan oleh regulasi ini atau justru dirugikan?



Pandangan Psikologis


Berbicara tentang psikologi tidak terlepas dari bicara tentang perilaku manusia. Terdapat banyak aliran dalam psikologi yang mengembangkan teori tentang perilaku manusia. Secara garis besar, terdapat tiga aliran teori yang membahas tentang perilaku manusia. Aliran yang pertama adalah aliran teori yang menganggap perilaku manusia hanya dipengaruhi oleh faktor keturunan (hereditas) atau genetik. Aliran kedua adalah aliran teori yang menyatakan bahwa perilaku manusia hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (environment). Dan aliran yang ketiga adalah aliran yang menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh kedua-duanya. Namun dalam etika psikologi, perbedaan pendapat dalam beberapa aliran teori itu tidak boleh diperdebatkan. Karena masing-masing teori telah dapat membuktikan kebenarannya melalui penelitian-penelitian yang dilakukan.


Dalam konteks pemilu, tentu saja banyak perilaku manusia yang terlibat didalamnya. Beberapa diantaranya, perilaku pembuat kebijakan, perilaku penyelenggara pemilu, perilaku calon legislatif peserta pemilu, dan perilaku calon pemilih. Namun fokus artikel ini adalah melihat perilaku caleg dan calon pemilih selama masa pra kampanye dan masa kampanye dalam kaitannya dengan peraturan KPU No. 15 tahun 2013. Dalam paradigma behaviorisme (aliran yang menganggap perilaku dipengaruhi oleh lingkungan), perilaku manusia diperoleh dari belajar dan mengubah tingkah laku itu dapat dilakukan dengan mempelajari tingkah laku baru sebagai pengganti. Faktor pendorong yang membuat individu bersedia bertingkah laku mengikuti kemauan lingkungan, disebut reinforcement. Sejak diberlakukannya undang-undang pemilu baru tahun 2003 untuk penyelenggaraan pemilu tahun 2004, dari system proporsional dengan calon tertutup atau dalam istilah awan dikenal dengan ‘beli kucing dalam karung’, menjadi system proporsional dengan daftar calon terbuka, membuka peluang bagi para caleg untuk melakukan sosialisasi dan kampanye dengan cara masing-masing. Perilaku caleg menjadi bermacam ragam untuk menarik pemilih agar memilih caleg yang bersangkutan. Menyusun strategi yang beragam pula, mulai dari yang paling sopan hingga yang paling jahat sekalipun, dengan satu tujuan yaitu mendapatkan suara sebanyak-banyaknya untuk merebut kursi legislatif baik pada tingkat kabupaten, propinsi, maupun pusat.


Perilaku ini dimotivasi oleh banyak faktor, salah satunya adalah regulasi yang tidak mengikat sehingga membuka peluang bagi para caleg untuk berbuat ‘semaunya’. Namun seiring waktu, telah banyak peraturan perundang-undangan tentang kepemiluan yang dibuat dan diperbaiki sesuai dengan tuntutan dan kondisi saat regulasi sebelumnya diberlakukan. Tujuan dilakukannya perubahan dan perbaikan itu tentu saja agar penyelenggaraan pemilu dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemerintah dan masyarakat. Peraturan KPU No. 15 tahun 2013 merupakan salah satu reinforcement yang ditujukan untuk perbaikan system kepemiluan dan perubahan perilaku peserta pemilu menjadi lebih baik, tertata dan beradab selama melakukan proses kampanye dan sosialisasi kepada masyarakat.


Disadari atau tidak, peraturan ini sesungguhnya akan memberikan perubahan terhadap perilaku caleg dalam melakukan tindakan selama masa kampanye. Termasuk perilaku mempersiapkan modal kampanye sebanyak-banyaknya yang sudah membudaya pada setiap individu yang akan menyandang status sebagai caleg. Dengan hadirnya peraturan ini, diharapkan dapat membantu menyadarkan caleg baik yang saat ini telah terdaftar maupun caleg pada masa yang akan datang, bahwa untuk meraih suara dari calon pemilih tidak hanya didapat dari pemasangan baliho saja, tetapi peraturan ini juga nantinya akan menggiring para caleg untuk mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari melakukan pendekatan kepada masyarakat, berbuat untuk masyarakat, dan menjadikan kepentingan masyarakat sebagai tujuan akhir dari setiap kebijakan yang dibuat diatas meja panas anggota dewan yang terhormat. Bukan hanya berfikir untuk kepentingan pribadi atau golongan.




sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/12/07/caleg-dan-pkpu-15-617078.html

caleg dan PKPU 15 | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar