promosi bisnis online gratis

MAKSUD POLITIK DI BALIK USUL ANAS


Bawono Kumoro, Peneliti Politik The Habibie Center


Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, kembali melancarkan manuver politik terhadap Cikeas. Setelah mendirikan Perhimpunan Pergerakan Indonesia sebagai kendaraan politik baru pascamundur dari Partai Demokrat, kini Anas melontarkan usul yang dapat membuat merah telinga para fungsionaris dan kader Partai Demokrat.


Saat dimintai tanggapan oleh kalangan pers beberapa waktu lalu terkait kemerosotan tingkat elektabilitas Partai Demokrat menjelang pemilihan umum (pemilu) tahun 2014, Anas mengusulkan agar Partai Demokrat mencalonkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Anas menilai SBY selaku Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Umum Partai Demokrat merupakan kartu truf partai untuk menghindari dari keterpurukan hasil dalam pemilu tahun 2014.


Secara elektoral memunculkan Presiden SBY sebagai cawapres menguntungkan karena tingkat popularitas dan elektabilitas pendiri Partai Demokrat itu masih relatif bagus. Apalagi 11 peserta konvesi calon presiden (capres) Partai Demokrat tidak kunjung menunjukkan peningkatan elektabilitas secara siginifikan.


Padahal salah satu tujuan utama konvensi tersebut digelar adalah untuk mendongrak tingkat elektabilitas partai melalui keterpilihan seorang tokoh dengan tingkat popularitas dan elektabilitas tinggi.


Bahkan, melalui akun twitter pribadi @anasurbaningrum mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini juga mengusulkan agar Presiden SBY diduetkan dengan sejumlah tokoh nasional yang digadang-gadang akan maju sebagai capres, seperti Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto.


Sekilas usul Anas itu memang terdengar biasa-biasa saja. Terlebih konstitusi memang tidak melarang seorang presiden incumbent yang telah menjabat sebanyak dua kali untuk mencalonkan diri sebagai cawapres di pilpres selanjutnya.


Akan tetapi bila dicermati lebih jauh usul mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu sangat kental bermuatan politis. Ada unsur sarkasme politik dan jebakan politik di dalam usul tersebut.


Unsur sarkasme politik dimaksud adalah berupa pelecehan secara halus terhadap diri Presiden SBY, baik sebagai pendiri dan Ketua Majelis Tinggi/Ketua Umum Partai Demokrat maupun sebagai presiden. Dengan melontarkan usul untuk mencalonkan Presiden SBY sebagai cawapres di pilpres tahun 2014, secara tidak langsung Anas hendak memberikan stigma terhadap Presiden SBY sebagai seorang politisi oportunis haus kuasa yang tidak cukup puas dengan kursi kepresidenan selama dua periode sehingga juga berambisi untuk menduduki kursi wapres pasca-2014.


Dalam konteks itu, Presiden SBY pun diletakkan dalam satu kontinum dengan seorang mantan kepala daerah bernama Bambang Dwi Hartono. Sebagaimana diketahui bersama, Bambang Dwi Hartono pernah menjabat sebagai walikota Surabaya selama dua periode (2002-2005 dan 2005-2010). Kemudian saat pemilihan kepala daerah (pemilukada) Surabaya tahun 2010, Bambang Dwi Hartono maju kembali dengan status sebagai calon wakil walikota bagi Tri Rismaharini.


Selain sarkasme politik, usul Anas agar Presiden SBY mencalonkan diri sebagai cawapres juga mengandung jebakan politik. Jebakan politik itu tentu ditujukan kepada Presiden SBY selaku tokoh sentral Partai Demokrat. Lantas apa jebakan politik dimaksud?


Dengan melontarkan usul agar SBY mencalonkan diri sebagai cawapres dalam pilpres mendatang Anas berharap dapat melihat sikap reaktif SBY sebagaimana ditunjukkan saat merespons kesaksian mantan Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq saat bersaksi dalam sidang Ahmad Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, bulan lalu, bila Presiden SBY sangat dekat dengan seorang bernama Bunda Putri.


Masih segar dalam ingatan, kesaksian itu membuat Presiden SBY naik pitam. Tanpa menunggu waktu lama, Presiden SBY langsung menggelar jumpa pers di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, sepulang dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Brunei Darussalam.


Dengan penuh nada emosi Presiden SBY membantah keras mengenal Bunda putri. Tidak cuma itu, Presiden SBY juga menegaskan kesaksian Luthfi Hasan Ishaaq bahwa Bunda Putri merupakan orang dekat Presiden SBY bohong belaka.


Sikap reaktif penuh emosi itulah yang kini coba dipancing Anas melalui lontaran usul mengusung Presiden SBY sebagai cawapres dalam pilpres tahun 2014. Bila Presiden SBY dapat terpancing menunjukkan sikap reaktif tersebut, maka diharapkan citra SBY selama ini di mata publik sebagai seorang tokoh penuh kesantunan akan terkikis perlahan-lahan.


Itulah dua maksud politik di balik usul Anas. Manuver-manuver politik semacam ini akan terus dimainkan Anas sebagai bagian usaha untuk memecah fokus perhatian para fungsionaris dan kader Partai Demokrat jelang pemilu tahun depan.


Untuk itu, hemat penulis, Partai Demokrat tidak perlu memberikan tanggapan serius terhadap usul Anas untuk mengusung Presiden SBY sebagai cawapres dalam pilpres tahun 2014. Secara politik, Anas sudah tidak lagi memiliki kekuasaan, maka merupakan hal aneh bila kalangan internal Partai Demokrat masih saja merasa terusik dengan segala celotehan dan manuver sang mantan ketua umum mereka.



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/12/05/maksud-politik-di-balik-usul-anas-614059.html

MAKSUD POLITIK DI BALIK USUL ANAS | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar