Ironis! Di negara yang katanya agraris dan gemah ripah loh jinawi, ternyata menjadi petani di Indonesia itu ibarat ingin menjadi orang miskin pun ternyata gagal. Sudah cerita lama apabila nasib petani di Indonesia terus terpuruk dan terpuruk.
Wajar jika kemudian data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga petani pada 2013 mencapai 26,14 juta. Jumlah itu berkurang 16,32 persen atau 5,1 juta dibandingkan dengan pada 2003.
Menurut Kepala BPS Suryamin, penurunan relatif terjadi pada seluruh sub sektor pertanian kecuali budidaya ikan sebanyak 1,19 juta rumah tangga. Penurunan jumlah tersebut terjadi karena banyak petani memilih untuk menjual lahannya untuk dialihfungsikan, terutama pada petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari setengah hektare. Jumlah rumah tangga petani gurem turun sebanyak 4,77 juta menjadi 14,25 juta rumah tangga dalam 10 tahun belakangan.
Apa makna dari sekelumit data itu? secara ringkas bisa dikatakan bahwa target swasembada pangan bakal semakin jauh meleset. Krisis pangan mulai menghantui dan siap-siap saja dimasa-masa mendatang bangsa Indonesia semakin tercekik dengan harga-harga bahan pangan yang bakal terus melangit.
Sebagai negara agraris, berkurangnya jumlah petani ini jelas merupakan kabar buruk. Bagaimana bangsa ini mau berswasembada pangan kalau jumlah petaninya saja terus berkurang karena tergusur ataupun karena ketidakmampuan mereka untuk berproduksi?
Berkurangnya jumlah petani tersebut juga bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara agraris dan proporsi demografisnya adalah mayoritas penduduk berada di pedesaan, yang notabene menggantungkan hidup mereka dari pertanian.
Mengapa jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani di Indonesia semakin berkurang? Mungkin itu karena profesi petani tidak menguntungkan dan mampu menyejahterakan mereka.
Di negara-negara maju, profesi petani itu adalah orang-orang yang kaya dan sejahtera. Mereka pada umumnya adalah petani-petani yang memiliki ranch peternakan dengan lahan pertanian luas dilengkapi mekanisasi yang modern. Tidak hanya itu, negera dan pemerintahnya pun memberikan subsidi besar dan proteksi yang luar biasa kepada para petaninya sehingga mereka mampu mengamankan kebutuhan bahan pangan nasional-nya. Pangan merupakan komoditas stategis yang mendapat prioritas utama pemerintah.
Di Indonesia? umumnya kaum tani di Indonesia adalah “kasta terendah” dalam struktur kependudukan di Indonesia. “Kepedulian” terhadap nasib mereka hanya dilirik ketika digelar perhelatan demokrasi lima tahunan yang bernama Pemilu. Setelah itu EGP. Mungkin bisa dikatakan menjadi petani di Indonesia itu ibarat untuk menjadi orang miskin pun mereka telah gagal. Akibatnya mereka melakukan hijrah atau urbanisasi atau bahkan lebih suka menjadi TKI di luar negeri karena dari aspek ekonomi lebih menjanjikan.
Persoalan lain yang juga menggelayuti dunia pertanian Indonesia adalah infrastuktur pertanian yang masih seadanya dan sama sekali belum memberikan harapan kepada petani. Sejak lengsernya orde baru sampai saat ini, yang namanya infrastruktur pertanian tidak pernah tersentuh.
Juga masalah penegakan hukum di sektor pertanian terutama terkait masalah lahan yang tidak dijalankan pemerintah secara konsisten dan kosenkuen, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan yang dikonversikan menjadi area lain.
Masalah lainnya adalah ketersediaan pupuk yang masih kurang dan juga lemahnya panduan pemerintah bagi para pertani terkait musim tanam yang saat ini sudah banyak berubah akibat perubahan cuaca yang ekstrim.
Lalu apa yang harus dilakukan? tuntutan pertama jelas kepada pemerintah. Tapi apa yang bisa diharapkan pada pemerintahan SBY yang tinggal tersisa beberapa bulan lagi? Boro-boro mikirin petani miskin yang jadi mayoritas penduduk Indonesia, energi yang ada kan lebih baik digunakan untuk memikirkan bagaimana cara menyelamatkan dinasti dan keluarga dari gugatan dan tuntutan rakyat Indonesia pasca lengser 2014.

0 komentar:
Posting Komentar