promosi bisnis online gratis

Pandangan Ridwan Saidi Ttg Jokowi-Ahok Benar


Ridwan Saidi adalah budayawan Betawi yang pada Pilkada lalu berada di pihak Jokowi-Ahok dan bahkan ikut melawan kampanye berbau suku, agama, ras dan antar golongan yang dilancarkan oleh kubu Fauzi Bowo dan pasangannya waktu itu. Ridwan Saidi jugalah yang berada di garis terdepan membela Jokowi-Ahok pada awal pemerintahan mereka yang buruk sehingga banyak pihak mulai mempertanyakan kinerja keduanya.


Lewat satu setengah tahun kemudian, Ridwan Saidi kemudian tampaknya mulai mempertanyakan sendiri kinerja Jokowi dan Ahok setelah terpilih menjadi pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dia dukung tersebut, terbukti dari beberapa kritikan terbuka yang dia sampaikan beberapa waktu terakhir, antara lain mempertanyakan proyek deep tunnel yang ternyata tidak bisa dilaksanakan, mengecam kebijakan Jokowi-Ahok yang membunuh orang-orang miskin sampai akhirnya sekarang menyatakan bahwa Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi-Ahok semakin acak-acakan, dan semakin berantakan. Secara tegas bahkan mengatakan tidak ada perbaikan yang dilakukan Jokowi-Ahok selain aksi-aksi teatrikal turun ke gorong-gorong untuk menipu publik.


Tentu saja, apa yang dilakukan Ridwan Saidi ini sebenarnya tidak mengherankan, sebab sekarang cukup banyak mantan pendukung Jokowi-Ahok yang justru merasakan buruknya kinerja mereka berdua dan mengkritik mereka secara terbuka, termasuk rekan-rekan separtai seperti Gerindra dan PDI-P.


Namun demikian, apakah pandangan Ridwan Saidi tentang kinerja pemerintahan Jokowi dan Ahok ini benar? Tentu saja benar, 100% benar dan tepat.


Faktanya adalah tidak ada satupun program Jokowi-Ahok yang benar-benar feasible atau dapat dijalankan, misalnya Deep Tunnel dan Giant Sea Wall, oleh karena itu tidak heran sejauh ini mereka masih terus menerus menjalankan program-program yang sudah direncanakan sejak lama oleh pendahulu mereka, seperti Busway, MRT dan Monorel. Jangan salah, merealisasi pembangunan MRT dan Monorel baik, akan tetapi tidak ada yang bisa menyangkal bahwa perencana keduanya bukan mereka dan mereka hanya eksekusi persiapan yang sudah dilakukan oleh pendahulu mereka.


Kalaupun ada program mereka, maka sampai sekarang program tersebut terbukti gagal total karena kurang perencanaan dan asal cepat. Kartu Jakarta Sehat misalnya, kartu sakratul maut ini telah mengambil banyak nyawa orang miskin karena ketika diluncurkan tidak ada sistem di dalamnya sehingga banyak pasien mengular di berbagai rumah sakit. Meledaknya antrian juga antara lain karena Jokowi membuat kebohongan publik dengan mengatakan sistem KJS adalah reimbursement biaya pengobatan yang dibayar oleh pemda dan berlaku untuk semua. Ternyata sistem KJS yang sebenarnya adalah asuransi, dan akhirnya kementerian kesehatan mengambil alih KJS dan memberikan sistem baru kepada KJS. Lucunya dan dengan tidak tahu malunya berbagai orang bayaran Jokowi-Ahok menjual kegagalan KJS tersebut dengan mengatakan bahwa KJS berhasil dan sebagai buktinya sistem KJS akan dijadikan sistem BPJS yang akan berlaku tahun depan padahal jelas-jelas sistem dimaksud adalah sistem yang direncanakan kementerian kesehatan dan bukan Jokowi-Ahok yang hasilnya terlihat hari ini.


Program “orisinil” lain yang gagal dari Jokowi tentu saja kartu ATM bernama Kartu Jakarta Pintar bagi pelajar yang dikatakan sebagai beasiswa. Pemberian ATM yang menerima transferan uang dari pemda setiap bulannya ini sama sekali tidak ada kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan, sehingga anak di bawah umur penerima KJP membeli barang-barang berbahaya atau terlarang menggunakan uang KJP, seperti narkoba atau air keras atau perlengkapan tawuran misalnya.


Program lain adalah revitalisasi Waduk Pluit. Beberapa pembela Jokowi-Ahok membeo terhadap posisi Jokowi-Ahok yang menganggap keberadaan taman setengah jadi di Pluit sebagai bukti perbaikan Waduk Pluit itu bukti nyata keberhasilan Jokowi-Ahok dan bukan fatamorgana. Pandangan taman adalah bukti keberhasilan revalitasi Waduk Pluit sangat lucu, karena bila memang Waduk Pluit telah berhasil dikembalikan fungsinya dengan pembangunan taman, maka apakah taman tersebut mampu menahan laju air kiriman dari Bogor, Depok dan Jakarta untuk dibuang ke laut sampai tidak tumpah? Tentu saja jawabannya tidak. Kalau demikian maka pernyataan Jokowi-Ahok dan para anteknya itu sama saja penipuan publik, sebab faktanya sejauh ini upaya revitalisasi Waduk Pluit gagal total, terbukti mereka baru mampu mengeruk sebanyak 20% dari seluruh wilayah Waduk, dan itupun hanya 2 meter dari kedalaman 10 meter yang bisa dikerjakan. Tentu saja jangan lupakan juga masih ada setengah wilayah Waduk Pluit yang didiami ratusan sampai ribuan penghuni ilegal yang sampai sekarang belum bisa dipindahkan. Berdasarkan fakta ini, maka menyatakan Jokowi-Ahok sukses di Waduk Pluit sama saja menipu diri sendiri.


Program mereka untuk mengurai kemacetan dan mencegah banjir juga sama saja, tidak ada satupun yang berhasil dan bahkan bisa dikatakan mereka tidak mempunyai grand design apapun untuk mengatasi dua masalah kronis tersebut, dan buktinya hari ini banjir terjadi di mana-mana yang tentu saja menyebabkan kemacetan yang terjadi semakin menggila.


Seperti di Solo, maka sukses Jokowi ketika memerintah bisa dikatakan hanya sekedar sebagai event organizer acara-acara karnival yang tidak berkontribusi terhadap pembangunan daerah setempat. Itupun event yang dilaksanakan adalah tanpa perencanaan yang matang. Acara PKL di Monas misalnya, demi pencitraan sebagai Gubernur pro pedagang kecil dan juga sebagai perlawanan terhadap JIExpo maka Jokowi mengundang PKL untuk berdagang ke Monas yang sebelum Jokowi-Ahok menjabat telah relatif bersih dari PKL. Ternyata kemudian keberadaan PKL tersebut menganggu acara kirab yang akan diadakan Jokowi dalam waktu dekat dan akibatnya terjadi bentrok berdarah antara PKL yang datang berdagang di Monas karena diundang Jokowi dengan Satpol PP yang diperintah Jokowi untuk membersihkan PKL karena menggangu acara kirab budaya.


Masih banyak bukti kegagalan Jokowi-Ahok selama satu setengah tahun terakhir, tetapi yang paling fatal dan telak tentu saja bahwa penyerapan APBD DKI hanya 30%, yang membuktikan 70% program keduanya tidak jalan. Jadi dalam hal ini tidak ada yang salah dengan pandangan Ridwan Saidi tentang pemerintahan Jokowi-Ahok. Kegagalan sebenarnya wajar, tetapi yang perlu disayangkan lagi tidak ada satupun usaha Jokowi-Ahok untuk memperbaiki diri, yang ada Jokowi hanya asik pencitraan, cengar-cengir di depan para media massa bayaran, keliling kampus, bolos kerja untuk jadi juru kampanye sambil pencitraan, menjilat Megawati yang sejak kehilangan Taufik Kiemas tampaknya semakin hilang kemampuan mengendalikan nafsu dan haus kekuasaan dalam dirinya, sementara Ahok tentu saja hanya bisa ribut dengan berbagai pihak dan melakukan aksi-aksi teatrikal.



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/12/06/pandangan-ridwan-saidi-ttg-jokowi-ahok-benar-617045.html

Pandangan Ridwan Saidi Ttg Jokowi-Ahok Benar | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar