Angie menangisi nasibnya, 12 tahun bui. Sementara Anas masih meledek SBY agar mencalonkan diri menjadi wapres demi tetap berkuasa. Namun sesungguhnya, Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum adalah sebuah saga. Cerita tentang Angie dan Anas adalah cerita tentang ambisi manusia. Tentang manusia yang memiliki cita-cita. Bagi Angie dan Anas - politikus yang berawal dari ketenaran sebagai Putri Indonesia dan pengamat politik - harapan menjadi presiden RI sesungguhnya di depan mata. Namun karena langkah yang tak elok membuat mereka mengendus harumnya penjara. Angie dan Anas adalah sosok yang seharusnya mampu mengubah dunia - jika nalar dan sifatnya normal sebagai manusia.
Angie. Dari gemerlap Putri Indonesia lalu menjadi idola sebagai bunga politik di Senayan. Dengan Adji Massaid, Angie, menjadi lambang keindahan. Mereka menjadi gambaran keindahan harmoni Partai Demokrat. Publik melihat kebahagiaan tingkat dewa mereka. Pasangan cantik dan ganteng. Kaya raya sehat sentosa. Terkenal. Mau cari di mana kesempurnaan hidup seperti itu?
Maka gemerlap dan ketenaran yang bukan dimulai dari DNA - alias Angie bukanlah ditakdirkan menjadi politikus. Namun, Angie melakukan perlawanan terhadap takdir. Maka Angie berupaya mendekati syarat-syarat sebagai Presiden RI. Maka menikahlah Angie dan menjadi Nyonya orang Jawa. Angie paham bahwa syarat menjadi presiden RI adalah Jawa dan Islam. Dengan menjadi Nyonya Massaid maka Angie memenugi syarat agama dan etnis. Namun apa lacur? Kondisinya sama dengan Anas Urbaningrum.
Lalu Anas Urbaningrum. Manusia ini sudah sangat paham tentang teori politik karena memang pengamat politik yang hebat. Namun Anas lupa bahwa teori tentang politik bukanlah politik. Politik adalah dunia para orang hebat dan kuat. Anas harus belajar dari seniornya di HMI Akbar Tandjung jika mau berurusan dengan politik dan korupsi. Akbar mampu lolos dari belitan korupsi Dana Non-Budgeter Bulog. Memang HMI banyak menghasilkan politikus licin bak belut.
Akan tetapi, Anas lupa bahwa politik itu adalah milik Golkar. Politik adalah Golkar. Dan … korupsi adalah Golkar. Maka ketika gelombang euphoria korupsi melanda Partai Demokrat, tak disangka dan tak dinyana Anas ikut masuk ke pusaran gelombang korupsi berjamaah - bukan hanya di Demokrat, namun juga di partai lain seperti partai agama PKS dengan koruptornya ustadz Luthfi Hasan Ishaaq dan ustadzah Ahmad Fathanah - bersama Nazaruddin, Andi Mallaranngen, dan Angelina Sondakh.
Dunia politik adalah dunia orang kuat. Bukan dunia orang cengengesan seperti Angie. Dunia politik juga bukan dunia manusia bersih. Jika bersih maka akan tampak kotor di mata para politikus lain. Cerita tentang pengaplingan dana APBN menarik bagi politikus muda seperti Angie dan Anas. Cerita gelimang uang APBN bagi para anggota DPR RI pun menjadi daya tarik untuk dicoba diolah - sesuatu yang sangat dijauhi oleh politikus cerdas dan senior, seperti Golkar yang selalu korupsi dari lini ketiga atau keempat, untuk menghindari jerat hukum. Politikus muda itu seperti Angie, Anas, Andi, Nazar menjadi santapan dan umpan bagi para politikus senior.
Mereka seharusnya belajar dari Ibas, atau belajar dari Setya Novanto. Mereka menjadi orang kuat di lobby politik tingkat tinggi tanpa tersentuh oleh hukum. Maka ketika Angie dan Anas menjadi pesakitan, maka sudah menjadi hal yang wajar jika mereka menjadi tumbal politik. Mereka adalah manusia cerdas yang tak mau belajar tentang lingkungan.
Mereka lupa dengan takdir manusia - dengan keyakinan bahwa semuanya mungkin dan tak ada yang tak mungkin, maka korupsi pun dilakukan dengan anggapan tak mungkin tertangkap karena mereka Ketum partai besar dan partai penguasa - sama dengan pikiran keblinger Presiden PKS ustadz Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fathanah.
Angie dan Anas seharusnya tak perlu keluar dari takdir dan menciptakan takdir baru. Angie menangisi nasib di penjara, Anas menuju bui dan penjara untuk waktu yang lama dan berteman dengan Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq dan mendirikan Perhimpunan Pergerakan Indonesia dari bilik penjara - yang mungkin terinspirasi para pengedar narkoba. Jika Angie tak terjun ke politik, Angie tak perlu menangis dan meratap. Pun Anas hari-hari ini tak perlu meledek Susilo Bambang Yudhoyono agar mencalonkan diri menjadi wakil presiden pada 2014.
Salam bahagia ala saya.

0 komentar:
Posting Komentar