Masih segar dalam ingatan kita,dalam Pilkada DKI Jakarta Rhoma Irama menyerang pasangan Jokowi-Ahok dengan isu SARA, yang berakhir duka karena menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Meski telah diputus tidak bersalah namun sikap Rhoma Irama ini menuai reaksi kontra dari masyarakat yang membuatnya sampai meneteskan air mata.
Kemarin Rhoma Irama sekali lagi melontarkan sebuah gagasan yang juga tidak mendapat dukungan positif (kali ini oleh para ahli konstitusi) dari kalangan cendekia,yaitu masalah pembubaran MK
Apa yang disampaikan bang Haji Rhoma tersebut, menjadi sebuah refleksi dari tingkat pemahamannya yang kurang memadai. Jika alasan pembubaran hanyalah karena tidak dipercayai lagi oleh masyarakat, seharusnya lembaga tinggi Negara yang lain seperti DPR,MA dan presidenlah yang terlebih dahulu dibubarkan.
Sangat disayangkan partai PKB mau mewacanakan Rhoma Irama untuk menjadi capres usungan mereka. Seharusnya capres bukan diusung dari hasil simulasi calon-calon yang dianggap memiliki elektabilitas tinggi saja tapi dari kapasitas kepemimpinannya. Namun sekarang penyakit menggaet orang-orang ngetop ini telah menjadi strategi pamungkas untuk mendulang suara, termasuk dalam pemilihan anggota legislatif. Hasilnya memang memenuhi sasaran, banyak juga yang berhasil duduk di kusi kepemimpinan itu meski sebenarnya yang bersangkutan tidak kompeten.
Dengan memaksakan diri untuk mencari simpati menjelang pilpres 2014 bukan pilihan yang tepat yang dilakukan Rhoma Irama. Karena justru akan terus menciderai kebesaran namanya yang sudah terukir lama dalam sejarah perdangdutan Indonesia. Lebih baik bang Haji tetap menjadi “the legend” daripada semakin popular karena jadi bulan-bulanan masyakarat diberbagai media. Salam kebebasan berpendapat!
0 komentar:
Posting Komentar