Setelah 68 tahun merdeka, negara yang berhasil lahir dari persatuan berbagai kemajemukkan , saat ini belum berhasil mensejahterakan rakyatnya. Sudah berganti 6 presiden, tetapi penyakit korupsi ternyata telah menjadi “kronis” dan terasa semakin “parah”.
Pemangku jabatan hampir tak terkecuali disemua bidang, mulai dari eksekutif, legislatif , judikatif , bahkan benteng keadilan terakhir yaitu Mahkamah Konstitusi pun didera kasus suap dan korupsi.
Kondisi tersebut diatas , bagi sebagian rakyat Indonesia menimbulkan sikap apatis. Kita bisa melihat tingkat partisipasi rakyat dalam proses Pemilu yang cenderung menurun dengan semakin besarnya kelompok Golput.
Kalau kita yang hidup saat ini apatis, lalu bagaimana nasib anak cucu kita? Nasib mereka tergantung dari sikap yang kita pilih sekarang. Buat saya pilihannya jelas, kita harus bangkit dan berjuang sesuai dengan kemampuan masing2 , dipimpin oleh Pemimpin yang baik bersama penyelenggara negara yang baik.
Adakah sesuatu yang bisa menjadi harapan untuk perbaikan kesejahteraan kedepan, dan adakah fakta2 saat ini yang bisa memberi harapan. Saya melihatnya ada.
Menurut Abraham samad , sebagaimana disampaikan dalam Rakernas III PDIP 7 Sep 2013, Selain mengenai impor pangan yang tak jelas, Samad juga menyoroti lemahnya regulasi untuk melindungi sumber daya energi Indonesia. Ia mengatakan, dari 45 blok minyak dan gas (migas) yang saat ini beroperasi di Indonesia, sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing. Kondisi semakin parah karena banyak pengusaha tambang di Indonesia yang tak membayar pajak dan royalti kepada negara.
Dalam perhitungan KPK, potensi pendapatan negara sebesar Rp 7.200 triliun hilang setiap tahun karena penyelewengan tersebut. Bila ditotal, kata Samad, pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batubara, dan nikel di setiap tahunnya dapat mencapai Rp 20.000 triliun. Namun, pendapatan sebesar itu tergerus karena pemerintah tidak tegas dalam regulasi dan kebijakan. ( Sumber Kompas.com : “http://nasional.kompas.com/read/2013/09/07/1658214/Samad.Kita.Ini.Dibodohi.Terus.Impor.Itu.Bohong ”)
Seperti apa , Produk Domestik Bruto selama ini, khususnya sektor minyak dan gas.
Jika yang disampaikan BapakAbraham Samad itu benar adanya, berarti kita memiliki potensi untuk menjadi sejahtera. Hanya saja bagaimana mengelola dengan benar dan dilaksanakan oleh orang2 yang benar dan baik , terutama dibawah pimpinan yang benar dan baik yang telah selesai dengan dirinya, sehingga apa yang dia lakukan adalah untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Dari tokoh yang ada , bahwa banyak orang yang menaruh harapan pada Tokoh Baru Jokowi & Basuki dan menginginkan Jokowi menjadi Presiden , maka bila saya cermati, Jokowi ( juga Basuki ) sejauh ini adalah pimpinan dengan keputusan dan tindakan yang tidak berorientasi kepentingan diri sendiri juga tidak terbelenggu oleh kepentingan partai. Keduanya telah mampu menjadi pejabat dan pimpinan publik, menjadi milik publik dan bekerja untuk publik.
Apa indikasinya , bahwa JokoHok bekerja bukan mencari aman dan nyaman, tidak terbelenggu kepentingan partai yang mengusungnya. Kita coba lihat berikut ini :
MACET : Ketika upaya mengatasi kemacetan ibu kota , awal benturan dengan PKL yang berdagang di jalan raya, misal Tanah Abang , sikap tegas merelokasi ( bukan hanya semata menggusur ) , akhirnya bisa diterima secara umum, sekalipun untuk sampai ke titik Sukses saat ini masih terus diupayakan. Sterilisasi jalur “Busway” , & penertiban parkir liar, tidak bebas dari resiko “omelan” sebagian masyarakat. Proyek MRT pun, juga dibumbui dengan protes sebagian pedagang di kawasan jalan Fatmawati.
BANJIR : Normalisasi waduk dengan konsekwensi relokasi penghuni liar (bukan penggusuran semata ) , awalnya juga ditentang bahkan sempat berbeda pemahaman tentang “hak azasi” dengan KOMNAS HAM. Banjir air ( juga termasuk sampah yang terbawa ) datang dari “tetangga sekitar “ juga harus diupayakan koordinasi penanggulangannya dengan mengedepankan untuk kebaikkan masyarakat banyak. Masing2 saling membutuhkan, seperti contoh, penduduk “tetangga sekitar” yang setiap hari datang dan bekerja di Jakarta, menjadi contoh yang nyata adanya saling ketergantungan dan saling membutuhkan.
KARTU JAKARTA SEHAT : Tak kurang kritik dari beberapa anggota DPRD , namun langkah ini mampu mengungkap “kebutuhan program kesehatan” masyarakat Jakarta , yang sebelumnya terkubur dibawah permukaan. Pada akhirnya akan menjadi lebih mudah untuk menghitung dan mengadakan kebutuhan rumah sakit dan kebutuhan anggaran kesehatan yang sesungguhnya , termasuk kebutuhan bagian masyarakat yang selama ini terabaikan kebutuhannya akan kesehatan.
Resiko tidak populer pada sebagian masyarakat tidak menghentikan keputusan dan tindakan JokoHok yang didasari prioritas kepentingan masyarakat yang lebih banyak dan lebih luas. Sementara batasan masa jabatan paling lama hanya 2 X 5 tahun = 10 tahun, dan tidak semua proyek / permasalahan dapat selesai dalam 5 sampai 10 tahun. Benar juga kata Basuki , bahwa gubernur2 berikutnya akan menikmati kerja JokoHok.
Kembali ke masalah pada tingkat nasional, maka “INDONESIA BARU” perlu segera dimulai agar “penyakit kronis” mulai dapat terobati dan “kehidupan yang lebih sehat” mulai dapat segera dirasakan. Pilihan dan harapan Jokowi untuk menjadi presiden, adalah pilihan yang logis, dengan harapan setelah misal masa jabatan 1 X 5 tahun atau maksimal 2 X 5 tahun , ada pengganti dengan integritas yang sama atau lebih baik lagi.
PR lainnya adalah bagaimana kedepan partai dapat menghasilkan kader calon legislatif dan eksekutif yang mumpuni dan berintegritas untuk berbagai bidang sendi kehidupan .
Sekali lagi , menurut saya , Jokowi sebagai Presiden 2014 adalah pilihan logis. Salam.

0 komentar:
Posting Komentar