Meski ditengarai adanya pro dan kontra, Akhirnya Partai Golkar resmi mengukuhkan Aburizal Bakrie sebagai sang capres. Adapun Partai Gerindra menggadang-gadang Prabowo Subianto menjadi capres, semua orang juga telah mengetahuinya. Di Pihak lain, WIN – HT dengan Partai Hanuranya semakin rajin ‘blusukan’ ke pelosok negeri untuk mengenalkan diri sebagai pasangan capres – cawapres. Sedangkan Surya Paloh sudah tentu ditimang-timang menjadi capres dari partai Nasdem. Sementara itu, meski sayup-sayup tapi masih tetap terdengar, Partai Demokrat pun sedang berhajat menjaring capres melalui jalur konvensi. Singkatnya, Baik partai besar maupun gurem, partai lama maupun baru, sepertinya sedang disibukkan dengan agenda capresnya.
Ada partai yang memang dari arus bawah menginginkan sang tokoh agar diperjuangkan untuk duduk di kursi RI 1. Ada pula partai yang sibuk melamar sana-sini. Yang lebih hebat lagi, bahkan ada tokoh yang malah terkesan agar ia seorang yang dicapreskan oleh partainya. Dan inilah yang sungguh –sungguh mengherankan. Ajaibnya, para kader elitnya mengiyakan saja sambil pura-pura tidak melihat gelengan kader-kader di bawah yang nota bene: sumber-sumber gudang dan kantong suara partai yang bersangkutan.
Perlu dipahami bersama, bahwa setiap lima tahun sekali bangsa Indonesia mengadakan Pemilihan Umum atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pemilu. Ini adalah amanat UUD yang harus dilaksanakan. Meski ada pendapat yang menafsirkan seharusnya pilpres dulu yang dilakukan baru kemudian pemilu legislatif, namun realitasnya berkata lain. Pemilu dibagi menjadi dua tahapan. Tahapan pertama adalah Pemilu Legislatif dan tahapan kedua merupakan Pemilu Pilpres.
Pemilu Legislatif dilakukan untuk memilih DPD, DPR, DPRD I, dan DPRD II. Kecuali DPD, maka para wakil rakyat tersebut dicalonkan oleh Parpol peserta pemilu. Semakin banyak calon yang mendapatkan suara untuk menjadi wakil rakyat, maka semakin besar pulalah partai politik yang menjadi perahunya. Sebaliknya semakin sedikit calon yang berhasil duduk di legislatif tentunya menunjukkan bahwa parpol tersebut sudah masuk jajaran partai gurem. Apalagi jika sampai tak mendapatkan satu kursi pun, entahlah, partai apa itu sebutannya.
Berangkat dari logika sederhana ini, perolehan suara mayoritas hasil pemilu legislatif tentunya merupakan hal yang amat sangat penting nilainya bagi parpol peserta pemilu. Partai yang berhasil memperoleh kursi 300 di Senayan tentunya punya posisi tawar yang lebih tinggi ketimbang yang dapat 30, atau 10, atau 5, apalagi 1, terlebih-lebih 0. Akan menjadi pepesan kosong belaka jika partai tersebut hanya memperoleh 5% kursi tetapi tetap bersikukuh menggolkan capresnya. Jalan yang ditempuh paling-paling dengan melakukan koalisi bersama parpol lainnya. Dan ini pun bukan jalur yang sederhana. Bagaimana jika parpol yang diajak berkoalisi tersebut juga tetap mempertahankan capresnya? Tarik ulur kepentingan yang tiada habis-habisnya. Tak ada ujungnya sama sekali.
Maka suatu hal yang kurang bijaksana jika partai-partai sudah saling meributkan capresnya akan tetapi melupakan para calegnya. Mereka-mereka inilah justru yang harus diperhatikan terlebih dahulu. Karena, dari caleg-caleg inilah parpol tersebut nantinya akan menjadi sebuah partai yang layak diperhitungkan capresnya atau cuma dipandang sebelah mata. Sehebat apapun, seterkenal apapun, bahkan sepandai apapun capres tersebut semuanya mesti tunduk pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) yang mensyaratkan pencapresan dengan presidential threshold sebesar 20% kursi DPR atau 25% dari suara sah Pemilu Legislatif nasional.
Dan dengan kecerdikannya sendiri, saya melihat bahwa PDI Perjuangan merupakan salah satu parpol yang masuk dalam jajaran parpol besar yang belum mau ikut-ikutan ribut tentang agenda capres. Ibarat menaiki tangga, jangan langsung meloncat pada anak tangga yang kedua tetapi berpijaklah dulu pada yang pertama. Setelah itu, barulah kaki menapak pada tangga yang kedua. Selesaikan dulu tahap calegnya, lalu dihitung dapat berapa persen kursi atau suara, barulah berpikir siapa yang layak jadi Capresnya.

0 komentar:
Posting Komentar