Kecenderungan semakin meningkatnya jumlah anak jalanan merupakan fenomena nyata yang harus segera ditingkatkan penangananya secara lebih baik. Sebab jika permasalahan ini tidak segera ditangani maka dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. Masalah anak jalanan merupakan masalah yang sangat komplek. Masyarakat umum sering melihat anak jalanan sebagai pelaku tindak kriminal, pengganggu ketertiban umum dan keamanan. Kehidupan anak jalanan juga sangat berisiko dan penuh kekerasan, seperti ancaman kecelakaan, ekploitasi, penyakit, kekerasan, perdagangan anak, dan pelecehan seksual. Anak jalanan juga masih banyak yang mengalami penganiayaan baik dari aparat maupun dari warga masyarakat lainnya. Situasi yang dialami anak jalanan dapat menimbulkan penderitaan fisik dan psikis dalam diri anak.
Berbagai intervensi yang bertujuan untuk mencegah anak ke jalanan sudah banyak dilakukan oleh pihak pemerintah maupun LSM. Usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang optimal. Intervensi yang tepat harus juga memperhatikan faktor-faktor penyebab anak turun ke jalan. Berbagai penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan faktor penyebab anak ke jalanan sangat beragam, salah satunya adalah faktor keluarga anak itu sendiri. Faktor yang ada dalam keluarga biasanya diawali dari masalah ekonomi, masalah ini akan menyebar kepada permasalahan-permasalahan yang lain, misalkan; keharmonisan, pendidikan, kesehatan dan lainnya, permasalahn tersebut berimbas kepada mereka. Anak mendapat perlakuan yang tidak wajar dari keluarganya, pendidikannya tidak diperhatikan, kesehatan dan kebutuhan bermain, hal tersebut merupakan hak anak yang paling dasar.
Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 B ayat 2.UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan keputusan Presiden RI Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Konvensi Hak anak (Convention on The Right of the Child). Dalam hal ini, permasalahan anak jalanan adalah kondisi yang tidak terpenuhinya hak-hak anak tersebut. Anak jalanan merupakan bagian dari anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Pemberdayaan anak jalanan sebagai wujud kepedulian terhadap nasib anak jalanan, juga merupakan anak bangsa yang berhak memperoleh kehidupan yang layak. Pemberdayaan anak jalanan berupaya pengentasan anak jalanan dari jalanan dan menjadikan mereka mandiri serta mempunyai harkat dan martabat sebagai manusia. Anak jalanan bagian dari komunitas marjinal yang memperlukan pembinaan, tidak mudah untuk melakukannya karena stigma atau kesan negative dari masyarakat tentang keberadaan mereka, dan lingkungan keluarga yang kurang mendukung. Dua stigma itu tidak dapat dihilangkan terkecuali individu anak jalanan merubah dirinya untuk keluar dari komunitas anak jalan. Dalam artian bagaimana merubah prilaku dan cara berpikir anak jalanan?. Dengan memberdayakan anak jalanan dan anak kurang beruntung agar dapat dapat memperoleh hak-hak dasar hidupnya melalui pendekatan komprehensip antara anak dan keluarga. Kemudian memenuhi kebutuhan formal dan non formal bagi anak jalanan melalui bimbingan belajar, pendidikan dan pelatihan, agar anak-anak memiliki bekal untuk keluar dari kehidupan jalanan dan dapat hidup secara layak, wajar, mandiri dan sejahtera.
Pola anak jalanan terbagi menjadi tiga. P ertama anak yang mempunyai resiko tinggi (children at high-risk) adalah anak yang mempunyai resiko tinggi untuk menjadi anak jalanan. Mereka belum menjadi anak jalanan murni, tetapi masih tinggal bersama orang tuanya. Kerentanan ini bisa dilihat dari kondisi ekonomi orang tua mereka yang lemah, sehingga suatu saat bisa menjadi anak jalanan. Anak-anak seperti ini hidup dilingkungan kemiskinan absolut atau di daerah slum. Fakta ini ditemukan di pemukiman pingir jalan kereta api, pasar kelurahan dan stasiun kereta api. Kedua, anak yang bekerja di jalan (children on the Street) adalah anak yang menghabiskan sebagian waktu mereka di jalanan atau di tempat-tempat umum untuk bekerja dan penghasilan mereka dipergunakan untuk membantu keluarga, anak–anak tersebut mempunyai kegiatan ekonomi (sebagai pekerja anak) dan masih berhubungan kuat dengan orang tua mereka. Berdasarkan penelusuran tim mayoritas dari tipe ini, didominasi anak-anak usia 7-15 tahun. Artinya dari mereka masih tergolong anak usia sekolah, wajib belajar sembilan tahun. Berdasarkan penelusuran tim, mereka bekerja setelah pulang dari sekolah, sebagai pengamen jalanan dan peminta. Ketiga, anak yang hidup di jalan (children of the street) adalah mereka yang sebagian besar menghabiskan waktu mereka di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya. Tetapi sedikit waktu yang digunakan untuk bekerja. Mereka jarang berhubungan dengan keluarga, di antara sebagian mereka tidak memiliki rumah tinggal, hidup di sembarang tempat, menggelandang, rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik, maupun seksual. Tipe ketiga ini, pada umumnya anak jalanan yang memiliki mobilitas tinggi dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya mereka pindah dari satu kota ke kota lain dengan jumlah yang sangat banyak.
Anak Pank
Anak pank adalah sebagian kecil potren dari komunitas jalanan. Mereka adalah segerombolan anak muda atau sekelompok anak muda yang mempunyai ciri khas/identitas tertentu, yang berkeinginan hidup bebas tanpa ada tekanan dan tanpa ada kekerasan. Pank sebagai sebutan identitas jatidiri anak muda yang ada dijalanan. Definisi anak Pank sendiri masih bersifat sabjektif yang didefiniskan oleh para pengamat, karena definisi tersebut menjadi rahasia komunita mereka yang melabeli dirinya dengan nama “Anak Pank”. Dalam hal ini (arti dari pank) merupakan privasi/rahasia interen, sehingga tidak bisa diberikan kepada siapa pun, dan tidak memungkinkan dipublikasikan.
Punk bukan bukanlah sebuah organisasi, namun sudah menjadi sebuah aliran. Dalam kelompok pank tidak lagi ada istilah jabatan, baik itu ketua, sekretaris, bendahara maupun jabatan apa pun bentuknya. Semua derajatnya sama yaitu sejajar, maka ada istilah “Satu lapar, semua harus lapar, satu makan yang lain juga harus makan”. Tidak heran kalau sebungkus nasi dimakan oleh 5-10 anak bahkan bisa lebih. Dalam membangun kebersamaan kelompok pank, mengadakan iuran atau sumbangan yang disebut dengan istilah ‘kolektifan’. Uang dari hasil kolektifan ini akan dikumpulkan untuk acara/iven-iven besar; festival Band dan lainnya. Uang itu, digunakan untuk membuat brosur, spanduk, pamphlet dan lain-lain. Keuntungan dari kegiatan tersebut akan disumbangkan kepada orang-orang yang tidak mampu, dan diwujudkan dalam bentuk barang berupa beras. Pada even tersebut, hadir dari berbagai kota dari Blitar, Malang, Surabaya, Sidoarjo, Yogyakarta, Semarang dan kota-kota lainnya. Kabar tersebut diterima melalui facebook dan sms. Sedangkan cara untuk mencapai tempat tujuan kegiatan adalah dengan cara mencari tumpangan mobil angkutan barang/truck yang dikenal dengan istilah ‘nggandol’. Yang tempatnya jauh akan ikut /naik kereta api, sedangkan yang dekat (jaraknya 3-5 km) cukup berjalan kaki saja.
Pank pengikutnya tidak hanya cowok, tetapi cewek, dengan jumlahnya lebih sedikit. Anak-anak pank berpenampilan ‘nyentrik’ dan kelihatan kumal. Akan tetapi jangan dikira orang-orang pank berasal dari keluarga miskin, akan tetapi merka banyak dari keluarga yang mampu bahkan kaya. Menurut salah satu anggota pank yang bernama Alvin, yang sedang bersekolah kelas IX mengatakan: “Yang masuk menjadi pank banyak yang berasal dari keluarga mampu, tetapi (broken home) yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, sehingga anak-anak ini kerasan di pank yang memang prioritsanya adalah hidup kebersamaan.”
Orang-orang yang berada dalam pank, pendidikannya bermacam-macam, ada yang lulusan SMP, SMA, SD ada yang masih sekolah SMP, SMA dan ada yang masih kuliah. Salah satu anak pank yang bernama, Ari dari Betet, mengatakan: “Memang anak-anak pank suka minum (ngedrak), tetapi uang itu hasil keringat sendiri. Yang didapat dari hasil menagemen. Saat mengamen pun saat kami tidak dikasi, ya sudah kami tidak pernah memaksa dan marah-marah.” “Banyak orang yang mengatakan bahwa kami ini gembel, tidak punya aturan, tetapi tidak seperti itu.” “Jika ada suatu kejadian kekerasan yang dilakukan oleh anak punk, ini dilakukan oleh anak-anak yang mengenakan atribut pank (berpakaian ala pank) namun pribadinya tidak pank, yang disebut dengan pank style” tambah Ari.”
Dalam pank sendiri ternyata memang ada pembagian yaitu: pank asli/muri, pank style, dan pank netral. Kalau diuraikan tentang pembagian tersebut, sebagai berikut. Pertama pank asli/murni, adalah anak-anak pank yang mulai dari penampilannya dan prilakunya, benar-benar mencerminkan pribadi pank. Yang mengutamakan kebersamaan, tidak melakukan tekanan dan tindakan kekerasan. Serta benar-benar melakukan apa-apa yang terkandung salah makna dan arti kata pank, yang tidak dapat dipublikasikan. Kedua, pank style, adalah anak-anak pank yang hanya berpenampilan ala punk, yaitu: mulai pakaian, model rambut, dan semuanya persis pank, tetapi anak-anak ini tidak menjalakan makna dan arti dari kata punk. Dari jenis atau kelompok inilah yang sering melakukan tekanan dan kekerasan di jalan, sehingga menodai dan mencemari nama pank. Ketiga, pank netral, yaitu anak-anak pank yang berpenampilan biasa/wajar-wajar saja, namun melaksanakan makna dan arti yang terkandung dalam pank. Sekilas anak-anak ini tidak masuk dalam kelompok punk. Ternyata dalam pank tidak semuanya brutal dan arogan, namun sebagian kecil dari mereka masih ada yang mau s}alat dan puasa. Salah satu di antaranya adalah yang bernama Lukman, yang ditawari rokok oleh teman-temannya, dia menolak dan bilang sedang puasa. Anak ini masuk dalam kelompok pank asli/murni.
Anak-anak pank sebagian besar pekerjaanya adalah mengamen. Jika diprestasikan mencapai 95%. Dari hasil mengamen inilah, mereka hidup dan menjalani kehidupan. Kebiasaan mereka dijalan sering menjadi tarjet aparat, Satpol PP, dinas sosial dan aparat terkait. Mereka yang tertangkap dibawa ke lembaga pemasyarakatan, namun esok harinya dilepas kembali. Mengepa demikian? Pejabat lembaga kemasyarakatan menyuruh menghentikan seluruh kegiatan yang mengangu kelancaran aktifitas di jalan raya. Kemudian yang tertangkap menjawab, “kalau begitu beri kami pekerjaan yang layak”. Maka mana mungkin dinas/lembaga kemasyarakatan dapat memberikan pekerjaan. Dilepas kembali merupakan jawaban terbaik. Akan tetapi dengan satu peringatan: “Ya sudah yang teratur, jangan mengaggu ketertiban jalan raya!”. Sebenarnya keinginan anak-anak punk, tidaklah muluk-muluk atau berlebihan. Mereka hanya ingin ‘lebih dihargai’, itulah harapan mereka. Anak-anak punk ingin diberi kesempatan dan mereka ingin memberikan bukti bahwa mereka mampu mewujudkan, bisa berdikari/berkreasi. Mereka ini bersaing dalam menciptakan sebuah karya yang dapat menghasilkan dan memberikan manfaat bagi orang lain. Mereka tidak ini dianggap, sebagai masyarakat bobrok atau sampah masyarakat, yang lazim hanya di berikan kepada orang-orang punk.
Malang, 28 November 2013
a. jauhar fuad

0 komentar:
Posting Komentar