promosi bisnis online gratis

Cerita di Balik Pesta Pernikahan


TELAH lama pengen tuliskan ini, menulis perkara-perkara sepele, tentang budaya-budaya ringan, tentang kejadian-kejadian kecil di seputar kita. Ini cerita di balik pesta pernikahan, ini kisah gunjing-gunjing, ghibah, dan entah apalagi istilah lainnya. Cerita ini, saya rangkum-rangkum dalam memori otakku, saat menghadiri sebuah pesta pernikahan. Pesta sederhana sampai pesta di hotel kelas wahid.


Usai pesta, kudengarlah ghibah itu, beberapa teman dekat -baik pria maupun perempuan- asyik menggunjing soal tak enaknya menu makanan, pakaian si anu tidak matching, cara bicara seseorang yang tak sopan dan pameran gaun serta seperangkat emas yang dikenakan seseorang.


Gunjingan itu bisa lebih deras lagi, semisal soal ‘uang panaik’, istilah uang panaik ini adalah branding di kampungku, Makassar khususnya dan Sulawesi Selatan-Barat, umumnya. Ini uang belanja yang dipersembahkan pengantin pria kepada pengantin perempuan. Tak jarang kudengar sesama tamu (undangan) berbisik-bisik perkara uang belanja. Ada yang bersatire begini: “Anaknya cantik-cantik begitu, masa cuman segitu uang naikknya”.


Saya yang mendengar itu, pastilah senyum-senyum, tunduk-tunduk ringan. Tak elok rasanya jika saya harus menimpali ataukah menggugat, dan berkata: “Orang yang berpesta, kok Anda yang sewot!”. Kian terasa aneh, unik dan lucu, sebab di undangan tertulis dengan jelasnya: “Mohon Doa Restu”. Rasa-rasanya belum ada selembar undangan tertulis begini: “Mohon Gunjingannya”. Kalimat yang populer sekalipun tak populer dalam perbuatan adalah Mohon Doa Restu. Ini bukanlah kalimat asal-asalan, ini kalimat serius bahwa kita diharap hadir di pesta pernikahan itu untuk mendoakan pengantin baru agar bahagia, SaMaRa dan diberi limpahan kebaikan, diberi karunia untuk berketurunan.


Belum ada penelitian, apakah doa-doa yang kita ucapkan itu berpengaruh terhadap langgeng tidaknya sebuah rumah tangga baru ataukan sepasang suami istri, beranak atau mandul. Yang kutahu bahwa ketika kita hadir memenuhi undangan si empunya pesta dan benar-benar memberi doa beserta restu, semua itu adalah wujud kepedulian sesama manusia, dan itu adalah pahala, itu juga ibadah.


Doa itu ataukah gunjingan itu akan direkam oleh malaikat Raqib dan Atid, mereka memisahkan mana ucapan baik-baik dan mana ucapan buruk-buruk. Begitu itu dalam keyakinanku: Islam. Dan saya teringat satu surah, saya lupa surah apa dan ayat berapa: “Tiada satu ucapanpun (baik atau buruk) diucapkannya kecuali di dekatnya hadir Raqib dan Atid”. Lalu, firman Allah ini, saya konversi ke Kompasiana, bagaimana jadinya jika seorang Kompasianer yang melayangkan artikel yang isinya adalah hal-hal buruk?. Ataukah memberi komentar yang tak baik?


Saya tak sedang ber-tausiyah, kalaupun itu tausiyah lewat tulisan sederhana ini, maka katakanlah bahwa artikel ini ditujukan kepada penulisnya sendiri, entah sebagai intropeksi diri ataukah peringatan kepada penulis Makassar ini, atas nama menjaga diri baik lisan maupun tulisan. Wallahu a’lam bissawab.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/02/cerita-di-balik-pesta-pernikahan-613009.html

Cerita di Balik Pesta Pernikahan | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar