Pentas politik Indonesia sudah mulai memanas saat ini. Pentas politik yang akan dihelat secara serentak se-Indonesia pada 9 April 2014 adalah sebuah kebanggaan bagi kita sebagai rakyat Indonesia sekaligus sebagai ajang untuk berkompetisi bagi para calon legislatif, capres cawapres dan seluruh yang terkait dalam pemilihan tersebut.
Multi partai yang ada di Indonesia merupakan wujud keantusiasan para pakar-pakar politik untuk menguasai negeri ini. Berbagai jenis partai dengan keunggulannya masing-masing berusaha untuk menarik minat masyarakat untuk memilih partai tersebut sekaligus untuk memilih wakil-wakil rakyat yang telah mereka usung.
Panasnya dunia perpolitikan Indonesia di tahun 2014 nanti telah tergambar dari sekarang. Gambaran yang dapat kita lihat secara faktual adalah mulai merajalelanya spanduk, kalender, stiker dan media lainnya yang berbaur dengan politik. Banyak cara mereka untuk menarik perhatian masyarakat agar masyarakat memilih kubunya dalam pentas yang akan dihelat 9 April mendatang.
Sesuai dengan UUD 1945 , bahwa pemilihan umum adalah cara resmi untuk mencapai kekuasaan politik di Indonesia. Pemilihan umum yang dikenal dengan pemilu di Indonesia ini harus diikuti oleh seluruh Warga Negara Indonesia yang telah memiliki KTP atau berumur 17 tahun dan warga Indonesia yang telah menikah, tak terkecuali pelajar.
Pelajar yang dimaksud disini adalah pelajar SMA/SMK/MA atau setingkat lainnya yang telah berumur 17 tahun dan memiliki KTP. Secara kasat mata, pelajar adalah masyarakat yang masih awam terhadap politik. Politik yang mereka tahu hanya sekedar coblos mencoblos saja. Tapi ada sebagian pelajar yang memang berminat dengan dunia perpolitik sehingga mengetahui lebih dalam tentang politik ini dengan belajar secara otodidak. Yang kita khawatirkan adalah pelajar yang masih awam terhadap dunia perpolitikan ini. Satu suara dari mereka sangat menentukan terhadap negeri Indonesia, tapi jika pelajar ini menyia-nyiakan satu suara yang dia punya, misalnya memilih calon legislatif yang tak tahu asal usulnya atau hanya tahu dari spanduk belaka. Dia tidak mengenal tentang siapa orang yang dia pilih dan bagaimana kepribadiannya. Apakah yang terjadi terhadap suaranya tadi ? Apakah bermanfaat atau tidak ?
Kita perlu meninjau kembali tentang sistem demokrasi yang ada saat ini. Demokrasi yang kita kenal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat apakah telah menjadi sebuah sistem yang ideal ? apakah telah menjadi sebuah sistem yang diharapkan dapat memajukan negeri Indonesia ini ?
Secara umum, pelajar Indonesia saat ini mengganggap bahwa dunia perpolitikan adalah dunia yang kotor dengan berbau korupsi, kolusi dan nepotisme. Secara awam saja mereka menganggap seperti itu. Memang benar adanya, sesuai dengan salah satu hal yang ditimbang dalam TAP MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme yang berbunyi bahwa “telah terjadi praktek-praktek usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tertentu yang menyuburkan korupsi, kolusi daan nepotisme, yang melibatkankan pejabat Negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan Negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional”.
Tetapi jika kita tinjau secara fundamental, yang kotor itu bukanlah perpolitikan Indonesia melainkan cara meraih kekuasaan politik tersebut dan pejabat-pejabat dari berbagai partai politik yang telah duduk di bangku kekuasaan kemudian melakukan korupsi, kolusi , nepotisme atau tindakan sejenis lainnya.
Yang harus kita lakukan adalah bagaimana caranya agar kompetisi dalam memperebutkan kursi kemenangan politik dapat dilaksanakan secara objektif dan transparan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Tak luput dari itu, kita juga mesti melakukan pengendalian kepada media massa selaku faktor terpenting dalam penentu kemenangan politik Indonesia. Media massa sangat berperan penting, misalkan memberitakan keburukan sebuah partai politik tanpa bukti-bukti empiris sehingga masyarakat menilai partai tersebut adalah partai yang kotor. Begitupun sebaliknya, media massa tidak boleh memberikan pencitraan sebuah parpol yang sebenarnya parpol itu menyimpan sebuah keburukan yang nyata. Pemberitaan dari media massa seperti itu akan mengakibatkan perubahan pola pikir bagi pelajar umumnya yang akan menjadi penerus dan pelurus bangsa ini.

0 komentar:
Posting Komentar