promosi bisnis online gratis

Jangan Beri Uang Pada Pengemis (1)



13856880321377731927

spanduk agar tidak memberi uang pada pengemis (dok Maria G. Soemitro)




Tumben, angkot penuh penumpang. Penyebabnya mungkin kelancaran lalu lintas yang tersendat akibat perbaikan jalan bersamaan dengan bubarnya anak-anak sekolah. Tiba-tiba supir angkot bertanya pada seorang penumpang yang tertutup riuhnya anak-anak berseragam SMAN yang sedang bercanda.


Bade kamana,bu ?” (mau kemana,bu ; pen)


Ka Bandung .” Jawab seorang perempuan. Jawaban yang aneh, karena trayek dalam kota seharusnya penumpang angkot menjawab nama jalan atau nama daerah.


Oh Bandung mah didieu atuh, turun we didieu ,” (oh Bandung kan disini, turun saja disini ;pen)


Kendaraan angkutan kota berhenti. Sesosok tubuh perempuan beringsut dari ujung jajaran penumpang. Sudah amat tua. Mungkin sekitar 70 tahun-an. Berbaju kebaya tua tapi bersih, tidak kumuh. Dan hanya menggenggam tali rafia merah yang dipermainkan ke dua tangannya.


Wajah sang ibu kosong, lebih tepatnya bingung. Iba melihatnya, tanpa berpikir panjang saya menyodorkan rupiah yang diterimanya tanpa ucapan. Dan supir angkot segera meninggalkan sang ibu karena harus mengejar setoran, meninggalkan asap knalpot sumber polusi.


Siapa dia? Siapa ibu itu? Pertanyaan tersebut rupanya bukan milik saya pribadi tetapi juga penumpang lainnya, mayoritas anak-anak sekolah menengah atas yang mengubah ketawa-ketiwinya menjadi :”Kasihan ya ibu itu.” “Siapa ya dia, ngga ada keluarganya gitu?”


Pertanyaan saya lebih banyak: “Bagaimana jika ibu itu sakit?” “Bagaimana jika dia kehujanan?” “Dimana dia tidur?” dan parahnya: “Bagaimana jika ibu tersebut adalah saya?” Walah saya mulai lebay, terlalu mendramatisir, walau bukan tak mungkin. Seorang perempuan tua yang pikun dan harus hidup dalam belantetara kehidupan yang semakin tak mempedulikan sesamanya. Contohnya supir angkot tersebut, tak mau repot-repot mengantarkan ke pos polisi terdekat (atau dia tidak tahu?) sementara tempat duduk penumpang dibutuhkan untuk penumpang baru lainnya, maka si nenekpun dipersilakan turun.


Kisah nenek diatas diatas hanya sekilas debu kehidupan Kota Bandung. kota metropolitan yang merupakan ibukota provinsi Jawabarat dengan penduduk sekitar 2, 6 juta, belum termasuk komuter dari kabupaten Bandung dan Kota Cimahi yang memadati Kota Bandung setiap harinya. Maka berubahlah Kota Bandung menjadi wilayah multi kompleks masalah serta ruwet ketika harus mengurainya.


Untuk mengatasi masalah penyandang masalah sosial, Walikota Bandung Ridwan Kamil mewanti-wanti warganya agar tidak memberi uang pada pengemis. Seruan tersebut tercantum dalam kurang lebih 70 spanduk yang disebar di seantero Bandung . Selanjutnya apa yang terjadi? Spanduk-spanduk hilang, hanya tersisa di depan kantor-kantor tententu dan spanduk yang terletak cukup tinggi hingga sulit diraih.


Apa hubungannya dengan kisah ibu tua di atas? Saya menuliskannya karena membaca tulisan kompasianer Faatima Faa yang bimbang ketika ingin bersedekah. Ada kasus khusus seperti kisah ibu di atas. Sesuai hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah.


“Orang miskin bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang banyak, lalu peminta itu diberi sesuap dua suap, atau sebutir dua butir kurma,” sabda Rasulullah saw.

“Kalau begitu, seperti apakah orang yang miskin itu?” Tanya para sahabat.

“Orang miskin sesungguhnya ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa untuk menutupi kebutuhannya, namun keadaannya itu tidak diketahui orang supaya ada yang bersedekah kepadanya, dan tidak pula meminta-minta ke sana ke mari,” demikian sabda Rasulullah saw.


Bagaimana dong jika tidak menemui kasus diatas, padahal kita ingin bersedekah? Sebetulnya ada banyak cara, diantaranya dengan menyalurkan sedekah di lembaga zakat. Duh, semudah menarik uang karena ada fiturnya di ATM. Lembaga-lembaga tersebut menyajikan laporan pertanggung jawaban secara periodik di media mainstream. Mereka menyalurkan dana yang berasal dari zakat, infak dan sedekah pada berbagai program, tapi umumnya pemberdayaan masyarakat dan kesehatan. Bukankah lebih baik uang Rp 1.000 yang kita sedekahkan merupakan bagian dari bebatuan yang dibutuhkan untuk membangun Rumah Sakit Bersalin daripada berburuk sangka akan disalahgunakan oleh oknum seperti Walang dan kawan-kawan?


Jika kita ingin berkontribusi langsung dalam memberi juga bisa. Contohnya yang sudah dilakukan Pengajian Jumat tempat saya menuntut ilmu. Sesuai petunjuk ulama yang mengajar kami mengumpulkan uang dalam wadah khusus (kencleng) dan membelikan nasi bungkus. Nasi-nasi tersebut diberikan pada petugas kebersihan di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS), tukang becak, pemulung. Kami tidak pernah memberi uang pada pengemis yang bergerombol di depan masjid, karena mereka menggunakan momen ‘memberi sedekah pada hari Jumat akan lebih besar pahalanya.”


Jika uang dalam kencleng sedekah cukup banyak, uang tersebut bisa disalurkan pada komunitas taman baca yang aktif dibangun para penggiat di pelosok-pelosok daerah. Atau disumbangkan pada Posyandu. Mengapa? Tahukah bahwa iuran warga untuk Posyandu ternyata sangat kecilllllllllllll…….Ah mulai lebay lagi saya. Tapi jumlah uang yang dianggarkan untuk membeli makanan sehat tambahan ternyata hanya sebesar Rp 30.000 – Rp 75.000/bulan, tergantung kondisi daerah tersebut. Dan beberapa daerah yang saya ketahui berada di pusat kota Bandung. Wahai uang Rp 75.000/100 anak (kita ambil jumlah terbesar) hanya cukup untuk membeli apa? Jadilah mereka hanya mendapat bubur kacang hijau yang encerrrrrrrr……………banget. Padahal banyak diantara mereka mengalami mal nutrisi lho. Karena itu jika kita menambahkan uang sumbangan ke dalam anggaran bulanan mereka , anak-anak tersebut bisa menyantap hidangan yang lebih bergizi, minimal susu dalam kotak?


Ada usul/ide lain? Pasti banyak. Jika mau keukeuh memberi pada anak jalanan (anjal), hubungi saja Save Street Child (SSC). Mereka ikut pameran di Kompasianival 2012, dan cabangnya ada di hampir setiap kota besar Indonesia. Mengapa SSC? Karena berbeda dengan anjal yang mungkin menggunakan uang tersebut untuk ngelem, SSC menyalurkan dana untuk keperluan yang bermanfaat misalnya baju dan makanan sehat. Atau mereka juga bisa menghubungi rumah singgah yang menaungi anjal yang ingin bersekolah lagi.


Ah ternyata uang Rp 1.000 yang kita sedekahkan bisa berujung manfaat atau sebaliknya buruk sangka (su udzon) . Pilihan ada ditangan kita. Selamat bersedekah. ^-^


**Maria G.Soemitro**



1385688525418888039

Banyak diantara mereka mengalami malnutrisi (dok Maria G.Soemitro)




sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/29/jangan-beri-uang-pada-pengemis-1-612266.html

Jangan Beri Uang Pada Pengemis (1) | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar